MAKALAH
Mekanika Batuan
“Analis Kestabilan Lereng Pada Lokasi Tambang
Batubara Tanah Laut Kalimantan Selatan”
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
Nama : ......................................
NIM : ......................................
Kelas : ......................................
Guru
Pembimbing : ......................................
POLITEKNIK/UNIVERSITAS/SEKOLAH TINGGI ............................
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN BATUBARA
FAKULTAS TEKNIK
TAHUN AJARAN 20....
Assalaamu’alaikum Warahmatullahi
Wabarakatu
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kepada kami. Sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Mekanika Batuan ini dengan sebuah pembahasan tentang “Analis Kestabilan Lereng Pada Lokasi Tambang
Batubara Tanah Laut Kalimantan Selatan”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Serta ucapan terima kasih kepada Bapak/Ibu selaku dosen
pembimbing mata kuliah Mekanika Batuan,
dimana atas bimbingan beliau saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Terlepas
dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.
Akhir
kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat serta referensi
pembelajaran maupun inpirasi terhadap pembaca.
Wassalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakatu
Palembang, 20....
Penulis
DAFTAR ISI
COVER...........................................................................................................................
KATA PENGANTAR.....................................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................................
BAB I :
PENDAHULUAN........................................................................................
A.
Latar Belakang........................................................................................
B.
Rumusan Masalah...................................................................................
C.
Tujuan Makalah......................................................................................
BAB II :
PEMBAHASAN...........................................................................................
A. Kemantapan (Stabilitas) Lereng..............................................................
B. Faktor-Faktor Yang Mepengaruhi Kemantapan (Stabilitas) Lereng.......
C. Cara Menganalisis Kemantapan (Stabilitas) Lereng...............................
D. Longsoran................................................................................................
E. Jenis-Jening Lereng/Longsor...................................................................
F. Klasifikas Lereng/Longsor......................................................................
G. Metode Yang Digunakan Dalam Melakukan Kemantapan (Stabilitas)
Lereng Tanah Laut...................................................................................
H. Angka Keamanan Plaxis (Phi-c Reduction)............................................
I. Pengertian dan Konsep Dasar Metode Elemen Hingga (Finite Elemen
Methode...................................................................................................
J. Hasil Analisis Kemantapan (Stabilitas Lereng)......................................
BAB III :
PENUTUP....................................................................................................
A. Kesimpulan.............................................................................................
B. Saran.......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Stabilitas lereng
lahan rencana tambang mempunyai kaitan erat dengan perkembangan bidang diskontinuitas
yang berkembang pada massa batuan penyusun daerah studi. Keberadaan litologi
yang disusun oleh batuan sedimenter, struktur geologi yang ditemukan berkembang
sebagai sesar dan kondisi lereng mikro yang setempat masih tampak relatif
terjal sangat mempengaruhi kondisi stabilitas lahan daerah studi. Daerah studi
yang membujur pada arah barat daya – timur laut disusun oleh batuan sedimenter
Formasi Tanjung. Formasi Tanjung disusun oleh litologi konglomerat, batupasir
kuarsa, batulempung dengan sisipan batubara di bagian bawah dan batupasir, siltstone
serta batulempung (mudstone) di bagian atas.
Berdasarkan hasil observasi di lokasi tambang, terdapat beberapa longsoran kecil yang hampir terjadi di setiap pit tambang, namun pada umumnya lereng dinding tambang pada kondisi stabil. Kondisi stabilitas lereng pada daerah sekitar tambang khususnya daerah topografi bergelombang termasuk wilayah
pemukiman penduduk masih dalam kondisi aman dan
stabil, ditunjang dengan masih baiknya
kondisi vegetasi mempunyai kontribusi yang
cukup berarti untuk menunjang kemantapan lereng
daerah setempat. Kondisi lereng di luar
wilayah penambangan yang tidak stabil hanya dapat
ditemukan secara setempat di lereng sungai di
pinggir S. Kintap dan S. Satui yaitu berupa runtuhan tanah yang dipicu oleh adanya erosi lateral sungai.
Untuk menyelesaikan
permasalahan stabilitas lereng maka perlu tinjauan yang lebih mendalam tentang
stabilitas lereng. Stabilitas lereng merupakan suatu faktor yang sangat penting
dalam pekerjaan yang berhubungan dengan penggalian dan penimbunan tanah,
batuan, dan bahan galian.
Dalam operasi
penambangan masalah kemantapan lereng ini akan diketemukan pada penggalian tambang
terbuka, bendungan untuk cadangan air kerja, tempat penimbunan limbah buangan (tailing
disposal) dan penimbunan bijih (stockyard). Apabila lereng-lereng
yang terbentuk sebagai akibat dari proses penambangan (pitslope) maupun
yang merupakan sarana penunjang operasi penambangan (seperti bendungan dan
jalan) tidak stabil, maka akan mengganggu kegiatan produksi. Para peneliti
terdahulu telah melakukan kajian terkait dengan kestabilan lereng bekas tanah
urug di Kota Banjar Baru (Dwiatmoko et.al., 2020), kajian stabillitas lereng
pada tambang terbuka bahan galian C (Solihin dan Raditia, 2016), kajian
kestabilan lereng pada tambang batubara terbuka Pit D (Bria dan Isjudarto. 2016
).
Dari keterangan di
atas, dapat dipahami bahwa analisis kemantapan lereng merupakan suatu bagian
yang penting untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap kelancaran produksi
maupun terjadinya bencana yang fatal. Dalam keadaan tidak terganggu (alamiah), tanah
atau batuan umumnya berada dalam keadaan seimbang terhadap gaya-gaya yang
timbul dari dalam. Kalau misalnya karena sesuatu sebab mengalami perubahan keseimbangan
akibat pengangkatan, penurunan, penggalian, penimbunan, erosi atau aktivitas lain,
maka tanah atau batuan itu akan berusaha untuk mencapai keadaaan yang baru
secara alamiah. Cara ini biasanya berupa proses degradasi atau pengurangan
beban, terutama dalam bentuk longsoran-longsoran atau gerakan-gerakan lain
sampai tercapai keadaaan keseimbangan yang baru.
Pada tanah atau
batuan dalam keadaan tidak terganggu (alamiah) telah bekerja tegangan-tegangan
vertikal, horisontal dan tekanan air dari pori. Ketiga hal di atas mempunyai peranan
penting dalam membentuk kestabilan lereng. Sedangkan tanah atau batuan sendiri
mempunyai sifat-sifat fisik asli tertentu, seperti sudut geser dalam (angle
of internal friction), gaya kohesi, dan bobot isi yang juga sangat
berperan dalam menentukan kekuatan tanah dan yang juga mempengaruhi kemantapan
lereng. Oleh karena itu, dalam usaha untuk melakukan analisis kemantapan lereng
harus diketahui dengan pasti sistem tegangan yang bekerja pada tanah atau
batuan dan juga sifat-sifat fisik aslinya. Dengan pengetahuan dan data tersebut
kemudian dapat dilakukan analisis kelakuan tanah ataubatuan tersebut jika
digali atau “diganggu”. Setelah itu, bisa ditentukan geometri lereng yang diperbolehkan
atau mengaplikasikan cara-cara lain yang dapat membantu lereng tersebut menjadi
stabil dan mantap. Untuk penyelesaian kestabilan lereng peneliti terdahulu
telah melakukan analisis dengan menggunakan Metode Elemen Hingga untuk mendapatkan
Faktor Keamanan agar tidak terjadi longsor (Wibowo et al., 2018,
Nuryanto dan Wulandari, 2017).
Penulis dalam
makalah ini melakukan analisis kestabilan lereng pada lokasi reklamasi tanggul
reservoir akibat penambangan batubara yang dianggap rentan terhadap longsor
dengan menggunakan program Plaxis-2D yang selanjutnya dibandingkan dengan
program Slope-W yang keduanya menggunakan Metode Elemen Hingga (Finite Element
Method).
B. Rumusan Masalah
Dari
pemaparan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalahnya adalah sebagai
berikut:
1.
Apa yang dimaksud dengan kemantapan
(stabilitas) lereng?
2.
Bagaimana faktor-faktor yang
mempengaruhi kemantapan (stabilitas) lereng?
3.
Bagaimana cara menganalisis
kemantapan (stabilitas) lereng?
4.
Apa yang dimaksud lereng/longsoran?
5.
Bagaimana jenis-jenis
lereng/longsoran?
6.
Bagaimana klasifikasi
lereng/longsoran?
7.
Bagaimana metode yang digunakan
dalam melakukan kemantapan (stabilitas) lereng Tanah laut?
8.
Bagaimana angka keamanan plaxis
(phi-c reduction)?
9.
Bagaimana pengertian dan konsep
finite elemen methode?
10. Bagaimana hasil analisis kamantapan (stabilitas) lereng?
C. Tujuan Makalah
Adapun
tujuan dari makalah tersebut dari pemaparan rumusan masalah diatas sebgai
berikut:
1.
Untuk mengetahui definisi
dari kemantapan (stabilitas) lereng.
2.
Untuk mengatahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kemantapan (stabilitas) lereng.
3.
Untuk mengatahui cara-cara
menganalisis kemantapan (stabilitas) lereng.
4.
Untuk mengetahui definisi
lereng/longsor.
5.
Untuk mengetahui jenis-jenis
lereng/longsor.
6.
Untuk mengetahui klasifikasi dari
lerang/longsor.
7.
Untuk mengetahui metode yang
digunakan dalam melakukan kemantapan (stabilitas) lereng tanah laut.
8.
Untuk mengetahui
angka dari keamanan plaxis (phi-c reduction).
9.
Untuk mengetahui pengertian dan
konsep finite elemen methode.
10. Untuk mengetahui hasi dari analis kemantapan (stabilitas) lereng.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kemantapan (Stabilitas) Lereng
Kemantapan (Stabilitas) adalah keadaan suatu hal,
gejala, yang seimbang dan tidak banyak berubah karena pengaruh, baik dari dalam
maupun luar. Sedangkan Lereng adalah suatu bidang di permukaan tanah yang
menghubungkan permukaan tanah yang lebih tinggi dengan permukaan tanah yang
rendah. Lereng umunya terbentuk baik secara alami maupun dibuat oleh manusia.
Kemantapan (stabilitas) lereng merupakan suatu
faktor yang sangat penting dalam pekerjaan yang berhubungan dengan penggalian
dan penimbunan tanah, batuan dan bahan galian, karena menyangkut persoalan
keselamatan manusia (pekerja), keamanan peralatan serta kelancaran produksi.
Dalam operasi penambangan masalah kemantapan lereng ini akan diketemukan pada
penggalian tambang terbuka, bendungan untuk cadangan air kerja, tempat
penimbunan limbah buangan (tailing disposal) dan penimbunan bijih (stockyard).
Apabila lereng-lereng yang terbentuk sebagai akibat dari proses penambangan
(pit slope) maupun yang merupakan sarana penunjang operasi penambangan (seperti
bendungan dan jalan) tidak stabil, maka akan mengganggu kegiatan produksi.
B. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kemantapan
(Stabilitas) Lereng
Kestabilan lereng pada lereng batuan
selalu dipengaruhi oleh beberapa faktor (Rai,1995) sebagai berikut:
a.
Penyebaran batuan
Jenis batuan atau tanah yang terdapat di daerah
penelitianharus diketahui, demikian juga penyebaran serta hubungan antar
batuan. Ini perlu dilakukan karena sifat-sifat fisik dan mekanik suatu batuan
berbeda dengan batuan lain sehingga kekuatan menahan bebannya juga berbeda.
b. Relief permukaan bumi
Faktor ini mempengaruhi laju erosi dan pengendapan
serta menentukan arah aliran air permukaan dan air tanah.Hal ini disebabkan
karena untuk daerah yang curam, kecepatan aliran air permukaan tinggi dan
mengakibatkan pengikisan lebih intensif dibandingkan pada daerah yang landai,
karena erosi yang intensif banyak dijumpai singkapan batuan menyebabkan
pelapukan yang lebih cepat.Batuan yang lapuk mempunyai kekuatan yang rendah
sehingga kestabilan lereng menjadi berkurang.
c. Geometri lereng
Geometri lereng mencakup tinggi dan sudut kemiringan
lereng.Kemiringan dan tinggi suatu lereng sangat mempengaruhi
kestabilannya.Semakin besar kemiringan dan tinggi suatu lereng maka
kestabilannya semakin kecil.Muka air tanah yang dangkal,menjadikan lereng
sebagian besar basah dan batuannya memiliki kandungan air yang tinggi, sehingga
menyebabkan kekuatan batuan menjadi rendah dan lereng lebih mudah longsor.
d. Struktur batuan
Struktur batuan yang sangat mempengaruhi kestabilan
lereng adalah sesar, perlapisan dan rekahan.Oleh karena itu, yang perlu
diperhatikan dalam analisis adalah struktur regional dan lokal.Struktur batuan
tersebut merupakan bidang-bidang lemah dan sekaligus sebagai tempat merembesnya
air sehingga batuan menjadi lebih mudah longsor.
f. Iklim
Iklim mempengaruhi temperatur dan curah hujan,
sehingga berpengaruh pula pada proses pelapukan. Daerah tropis yang panas dan
lembab dengan curah hujan tinggi akan menyebabkan proses pelapukan batuan jauh
lebih cepat daripada daerah sub-tropis. Karena itu, ketebalan tanah di daerah
tropis lebih tebal dan kekuatannya lebih rendah dari batuan segarnya.
g. Tingkat pelapukan
Tingkat pelapukan mempengaruhi sifat-sifat asli dari
batuan, misalnya angka kohesi, besarnya sudut geser dalam, bobot isi, dan
lain-lain. Semakin tinggi tingkat pelapukan maka kekuatan batuan akan menurun.
h. Aktivitas manusia
Selain faktor alamiah, manusia juga memberikan andil
yang tidak kecil, misalnya suatu lereng yang awalnya mantap karena manusia
menebangi pohon pelindung, pengolahan tanah yang tidak baik, saluran air yang
tidak baik, penggalian/tambang, dan lainnya menyebabkan lereng tersebut menjadi
tidak mantap, sehingga erosi dan longsoran mudah terjadi.
i. Sifat fisik dan mekanik batuan
Sifat fisik batuan yang mempengaruhi kestabilan lereng
adalah : bobot isi (density), porositas dan kandungan air. Kuat tekan,
kuat tarik, kuat geser, kohesi dan sudut geser dalam merupakan sifat mekanik
batuan yang juga mempengaruhi lereng.
1) Bobot isi (unit weight)
Bobot isi batuan akan mempengaruhi besarnya beban pada
permukaan bidang longsor. Sehingga semakin besar bobot isi batuan, maka gaya
penggerak yang menyebabkan lereng longsor akan semakin besar. Dengan demikian,
kestabilan lereng tersebut semakin berkurang.
2) Porositas
Batuan yang mempunyai porositas besar akan menyerap
air. Dengan demikian, bobot isinya menjadi lebih besar sehingga akan
memperkecil kestabilan lereng.
3) Kandungan air
Kandungan air sangat besar pengaruhnya dalam analisis
kestabilan lereng. Semakin besar kandungan air dalam batuan, maka tekanan air
pori menjadi besar juga. Dengan demikian, kuat geser batuannya akan menjadi
kecil. Sehingga kestabilannya akan berkurang.
4) Kuat tekan, kuat tarik dan kuat geser
Kekuatan batuan biasanya dinyatakan dengan kuat tekan
(confined & unfined compressive strength), kuat tarik (tensile
strength) dan kuat geser (shear strength). Batuan yang mempunyai
kekuatan besar akan lebih mantap.
5) Kohesi dan sudut geser dalam
Semakin besar kohesi dan sudut geser dalam, maka
kekuatan geser batuan akan semakin besar juga.
6) Pengaruh gaya
Biasanya gaya-gaya dari luar yang dapat mempengaruhi
kestabilan lereng antara lain : getaran alat-alat berat yang bekerja pada atau
sekitar lereng, peledakan, gempa bumi, dan lain-lain. Semua gaya-gaya tersebut
akan memperbesar tegangan geser sehingga dapat mengakibatkan kelongsoran pada
lereng.
C.
Cara
Menganalisis Kemantapan (Stabilitas) Lereng
Cara analisis kestabilan
lereng banyak dikenali, tetapi secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu: cara pengamatan visual, cara komputasi dan cara grafik.
a) Cara pengamatan
visual adalah dengan cara mengamati langsung di lapangan dengan membandingkan
kondisi lereng yang bergerak atau diperkirakan bergerak dan yang tidak, cara
ini memperkirakan lereng labil maupun stabil dengan memanfaatkan pengalaman di
lapangan (Pangular, 1985). Cara ini kurang teliti, tergantung dari pengalaman
seseorang. Cara ini dipakai bila tidak ada potensi gerakan tanah terjadi saat
pengamatan. Cara ini mirip dengan memetakan indikasi gerakan tanah dalam suatu
peta lereng.
b) Cara komputasi
adalah dengan melakukan hitungan berdasarkan rumus, antaralain : Cara Fellenius
dan Bishop menghitung Faktor Keamanan lereng (FK) dan dianalisis kekuatannya.
Menurut Bowles (1989), pada dasarnya kunci utama gerakan tanah adalah kuat
geser tanah yang dapat terjadi :
(1) Tak terdrainase
(2) Efektif untuk beberapa kasus pembebanan
(3) Meningkat sejalan peningkatan konsolidasi (sejalan
dengan waktu) atau dengan kedalaman
(4) Berkurang
dengan meningkatnya kejenuhan air (sejalan dengan waktu) atau terbentuknya
tekanan pori-pori yang berlebih atau terjadi peningkatan air tanah.
Dalam menghitung besar faktor keamanan
lereng dalam analisis kestabilan/kemantapan lereng tanah melalio metoda sayatab
hanya gerakan tanah yang mempunyai bidang gelincir yang dapat dihitung. Cara
komputasi ini juga termasuk penggunaan program komputer (software) dalam menghitung besaran nilai faktor keamanan (FK)
lereng. Bila sudah diketahui besaran nilai FK pada setiap titik sampel maka
bisa ditentukan kemantapan lereng pada titik tersebut. Program yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Rocscience Slide Version 6. Dalam menginput data-data mekanika tanah dan
geometri lereng, maka nilai FK dapat diketahui dengan cepat, tepat, dan akurat
karena toleransi kesalahan program hanya 0,05%.
c) Cara grafik adalah dengan menggunakan grafik yang
sudah standar (Taylor, Hoel & Bray, Janbu, Cousins, dna Morganstren). Cara
ini dilakukan untuk material homogen dengan struktur sederhana. Material yang
heterogen (terdiri atas berbagai lapisan) dapat didekati dengan penggunaan
rumus (cara komputasi). Stereonet,
misalnya diagram jaring Schmidt (Schmidt Net Diagram) dapat menjelaskan arah
gerakan tanah atau runtuhan batuan dengan cara mengukur strike/dip kekar-kekar
(joints) dan strike/dip lapisan batuan.
D.
Lereng/Longsoran
Suatu longsoran adalah keruntuhan dari massa tanah yang terletak pada
sebuah lereng sehingga terjadi pergerakan massa tanah ke bawah dan ke luar.
Longsoran dapat terjadi dengan berbagai cara, secara perlahan-lahan atau
mendadak serta dengan ataupun tanpa tanda-tanda yang terlihat. Setelah gempa
bumi, longsoran merupakan bencana alam yang paling banyak mengakibatkan
kerugian materi maupun kematian. Kerugian dapat ditimbulkan oleh suatu
longsoran antara lain yaitu rusaknya lahan pertanian, rumah, bangunan, jalur
transportsi serta sarana komunikasi.
E.
Jenis-Jenis
Lereng/Longsor
Dalam bidang teknik sipil ada dua jenis lereng, yaitu :
1.
Lereng Alam (Natural Slopes)
Lereng alam terbentuk karena proses
alam. Gangguan terhadap kestabilan terjadi bilamana tahanan geser tanah tidak
dapat mengimbangi gaya-gaya yang menyebabkan gelincir pada bidang
longsor. Lereng alam yang telah stabil selama bertahun-tahun dapat saja
mengalami longsor akibat hal-hal berikut :
1) Gangguan
luar akibat pemotongan atau timbunan baru.
2) Gempa.
3) Kenaikan
tekanan air pori (akibat naiknya muka air tanah) karena hujan yang
berkepanjangan, pembangunan dan pengisian waduk, gangguan pada sistem drainase
dan lain-lain.
4) Penurunan
kuat geser tanah secara progresif akibat deformasi sepanjang bidang yang
berpotensi longsor.
5)
Proses
pelapukan.
Pada lereng alam, aspek kritis yang
perlu dipelajari adalah kondisi geologi dan topografi, kemiringan lereng, jenis
lapisan tanah, kuat geser, aliran air bawah tanah dan kecepatan pelapukan.
2.
Lereng Buatan (Man Made Slopes)
Lereng buatan dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu :
a) Lereng
buatan tanah asli / lereng galian (Cut Slope)
Lereng ini dibuat dari tanah asli dengan memotong dengan
kemiringan tertentu. Untuk pembuatan jalan atau saliran air untuk irigasi.
Kestabilan pemotongan ditentukan oleh kondisi geologi, sifat teknis tanah,
tekanan air akibat rembesan, dan cara pemotongan.
b) Lereng
Buatan Tanah yang Dipadatkan/lereng timbunan (Embankment)
Tanah dipadatkan untuk tanggul-tanggul jalan raya, bendungan,
badan jalan kereta api. Sifat teknis tanah timbunan dipengaruhi oleh cara
penimbunan dan derajat kepadatan tanah.
F.
Klasifikasi
Lereng/Longsor
Suatu keruntuhan teknis yang paling
umum adalah longsornya suatu galian atau timbunan. Apabila terjadi suatu
longsoran dalam tanah lempung, seringkali didapat merupakan sepanjang suatu
busur lingkaran. Busur lingkaran ini dapat memotong permukaan lereng,
melalui titik kaki lereng (toe) atau memotong dasar lereng (deep
seated) dan menyebabkan peningkatan pada dasar. (Lihat gambar 2.1).
Sharpe (1938) telah
mengklasifikasikan longsor berdasar material dan kecepatan pergerakan tanah
dengan siklus geomorfologi serta faktor cuaca.
Sedangkan Savarenski dari
Soviet (1939) membagi kelongsoran kedalam 3 kelompok sebagai berikut :
a) Longsor
Aseqvent
Longsor Aseqvent terjadi pada tanah kohesif yang homogen dan
bidang longsornya hampir mendekati lingkaran.
b) Longsor
Conseqvent
Longsor conseqvent terjadi bilamana bergerak diatas
bidang-bidang lapis atau sesar (joint).
c) Longsor
Insiqvent
Pada longsor insiqvent tanah biasanya bergerak secara
transversal terhadap lapisan dan umumnya memiliki ukuran yang luas serta bidang
runtuhnya panjang menembus kedalam tanah.
Nemcok, Pasek, dan Rybar dari
Cekoslowakia (1972) telah mengusulkan untuk memperbaiki klasifikasi dan
terminologi longsor berdasarkan mekanisme dan kecepatan pergerakan.
Pengelompokkannya berdasarkan empat katagori dasar yaitu:
1) Rangkak (Creep)
Rangkak (creep) meliputi berbagai macam pergerakan
yang lambat dari rangkak talud sampai pergerakan lereng gunung akibat gravitasi
dalam jangka waktu yang panjang atau lama.
2) Aliran
(flowing)
Bila tanah yang terbawa longsor banyak mengandung air, maka
perilaku longsor seperti aliran. Contoh aliran tanah (earthflow)
atau aliran lumpur (mudflow).
3) Gelincir
(Sliding)
Untuk pergerakan tanah yang relatif cepat sepanjang bidang
longsor yang tertentu dikelompokkan kedalam kategori ini.
4) Tanggal (Fall)
Pergerakan
batuan padat / pejal (solid) yang cepat dengan sifat utamanya tanggal bebas (free
fall).
Tanah longsor yang terjadi pada
bidang gelincir yang hampir tegak lurus dan sejajar dengan muka tanah yang
bersifat bergerak dalam suatu jurusan.
G.
Metode Yang
Digunakan Dalam Melakukan Kemantapan (Stabilitas) Lereng Tanah Laut
Metode Fellenius (Ordinary
Method of Slice) diperkenalkan pertama oleh Fellenius (1927,1936)
berdasarkan bahwa gaya memiliki sudut kemiringan paralel dengan dasar
irisan FK dihitung dengan keseimbangan momen. Fellenius
mengemukakan metodenya dengan menyatakan asumsi bahwa keruntuhan terjadi
melalui rotasi dari suatu blok tanah pada permukaan longsor
berbentuk lingkaran (sirkuler) dengan titik O sebagai titik pusat rotasi.
Metode ini juga menganggap bahwa gaya normal P bekerja di tengah-tengah slice
(Violeta et al., 2014; Tinambunan et al., 2018).
Dengan anggapan-anggapan ini maka dapat diuji persamaan keseimbangan momen untuk seluruh irisan terhadap titik pusat rotasi dan diperoleh suatu nilai faktor keamanan. Pada Gambar 2 diperlihatkan suatu lereng dengan sistem irisan untuk berat sendiri massa tanah (W) serta analisis komponen gaya-gaya yang timbul dari berat massa tanah tersebut, yang terdiri dari gaya-gaya antar irisan yang bekerja di samping kanan irisan (Er dan Xt). Pada bagian alas irisan, gaya berat (W) diuraikan menjadi gaya reaksi normal Pw yang bekerja tegak lurus alas irisan dan gaya tangensial Tw yang bekerja sejajar irisan.
Besarnya lengan gaya (W) adalah x = R sin α, dimana R adalah jari-jari lingkaran longsor dan sudut α adalah sudut pada titik O yang
dibentuk antara garis vertikal dengan jari-jari
lingkaran longsor.
Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan lereng, dikenal istilah
faktor keamanan (safety factor) yang merupakan perbandingan antara
gaya-gaya yang menahan gerakan terhadap gaya-gaya yang menggerakkan tanah
tersebut dianggap stabil, bila dirumuskan sebagai berikut :
Faktor kemanan (F) = gaya penahan / gaya penggerak
Dimana untuk keadaan :
F > 1,250 :
lereng dalam keadaan aman
1,000 < F< 1,250 : lereng dalam keadaan seimbang, dan siap
untuk longsor
F < 1,000 :
lereng tidak aman
H. Angka Keamanan Plaxis (Phi-c Reduction)
Analisis keamanan dalam PLAXIS dapat dilakukan dengan mereduksi
parameter kekuatan dari tanah yang disebut sebagai Reduksi phi-c. Reduksi phi-c
digunakan untuk menghitung faktor keamanan global dalam analisis tertentu.
Analisis keamanan dapat dilakukan di setiap tahapan perhitungan ataupun tahapan
konstruksi secara individual. Namun, tahapan Reduksi phi-c tidak dapat kembali
ke kondisi awal untuk tahapan perhitungan yang lain karena tahapan Reduksi
phi-c berakhir pada suatu kondisi keruntuhan.
Pada saat melakukan suatu analisis keamanan, peningkatan pembebanan
tidak dapat dilakukan secara simultan karena Reduksi phi-c pada dasarnya
merupakan suatu jenis perhitungan plastis yang khusus. Kekuatan dari interface,
jika digunakan, juga direduksi dengan cara yang sama. Kekuatan dari struktural
seperti pelat dan jangkar tidak dipengaruhi oleh Reduksi phi-c.
Saat menggunakan Reduksi phi-c dengan model-model tanah tingkat
lanjut, maka model-model tersebut akan berlaku sebagai model Mohr-Coulomb
standar, karena sifat kekakuan yang tergantung dari tegangan dan efek hardening
tidak ikut diperhitungkan dalam analisis. Sehingga kekakuan yang digunakan
adalah kekakuan yang dihitung pada awal tahapan perhitungan dan tetap bernilai
konstan hingga tahapan perhitungan selesai.
Faktor pengali total ΣMsf digunakan untuk mendefinisikan parameter
kekuatan tanah pada suatu tahapan tertentu dalam analisis, yaitu:
Nilai ΣMsf diatur ke
1,0 pada awal perhitungan agar seluruh kekuatan material diatur ke nilai yang
belum direduksi. Faktor keamanan yang diberikan adalah:
I.
Pengertian dan
Konsep Dasar Metode Elemen Hingga (Finite Elemen Methode)
Finite Element Method
(FEM) atau biasanya disebut Finite
Element Analysis (FEA), adalah prosedur numeris yang dapat dipakai untuk menyelesaikan
masalah-masalah dalam bidang rekayasa (engineering). Inti dari FEM
adalah membagi suatu benda yang akan dianalisis, menjadi beberapa bagian dengan
jumlah hingga (finite). Bagianbagian ini
disebut elemen yang tiap elemen satu dengan elemen lainnya dihubungkan dengan
nodal (node). Kemudian dibangun
persamaan matematika yang menjadi reprensentasi benda tersebut. Proses pembagian
benda menjadi beberapa bagian disebut meshing
yang
menggambarkan dasar pendekatan FEM yang dijelaskan pada Gambar 3.
Banyak fenomena fisik dalam bidang sains dan teknik yang dapat
digambarkan dalam bentuk persamaan diferensial parsial. Secara umum, memecahkan
persamaan ini dengan metode analitis klasik untuk bentuk atau pola yang acak
sangat sulit dan hampir mustahil. Metode elemen hingga (FEM) adalah salah satu
metode pendekatan numerik di mana persamaan diferensial parsial. Penyelesaian
dengan menggunakan Metode Elemen Hingga (FEM) menghasilkan sebuah persamaan
dari suatu masalah yang kemudian akan dianalisis dalam suatu sistem persamaan
serentak agar diperoleh suatu penyelesaian. Penyelesaian dengan metode elemen
hingga tersebut akan memberikan suatu hasil pendekatan dari nilai sebenarnya
yang tidak diketahui pada suatu titik tertentu dalam sistem kontinyu. Sistem
yang kontinyu merupakan istilah dari suatu kondisi struktur atau objek yang
sebenarnya. Dikritisasi (discretization) merupakan proses pemodelan dari
suatu objek dengan membagi ke dalam elemen-elemen kecil (finite element) yang
dihubungkan oleh titik-titik (nodes) yang digunakan oleh elemenelemen
tersebut dan juga sebagai batasan dari objek tersebut. Di dalam metode elemen
hingga persamaan yang diperoleh dari seluruh sistem kemudian dibentuk dari
penggabungan persamaan elemen-elemennya.
Penyelesaian suatu masalah dengan Metode Elemen Hingga (MEH) umumnya
menggunakan perhitungan matriks yang cukup kompleks. Penyelesaian MEH
memerlukan perhitungan yang cukup banyak dan berulang, sehingga diperlukan
program komputer untuk mempermudah dan juga agar lebih efisien. Penyelesaian
dari seluruh sistem biasanya merupakan persamaan serentak dan dinyatakan dalam
bentuk matriks kemudian diselesaian menggunakan persamaan serentak seperti
Iterasi Gauss-Seidel, Cholesky, dan Eliminasi Gauss.
Prosedur pembuatan model secara grafis yang mudah memungkinkan pembuatan suatu model elemen hingga
yang rumit dapat dilakukan dengan cepat, sedangkan berbagai fasilitas yang
tersedia dapat digunakan untuk menampilkan hasil komputasi secara mendetil. Proses
perhitungannya sendiri sepenuhnya berjalan secara otomatis dan didasarkan pada prosedur numerik
yang handal (PLAXIS Versi 8.2, Geotechnical Software, 2002, Delft Netherland).
J.
Hasil Analisis
Kemantapan (Stabilitas) Lereng
Analisis kestabilan lereng harus berdasarkan model yang akurat
mengenai kondisi material bawah permukaan, kondisi air tanah dan pembebanan
yang mungkin bekerja pada lereng. Tanpa sebuah model geologi yang memadai,
analisis hanya dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang kasar
sehingga kegunaan dari hasil analisis dapat dipertanyakan.
Berdasarkan data
sekunder hasil penyelidikan
geoteknik diketahui bahwa Pit Tambang berpotensi
menyebabkan terjadinya longsoran. Hal ini
terbukti dengan adanya longsoran-longsoran
kecil di setiap pit tambang. Dari hasil
penyelidikan geoteknik diketahui pula bahwa di setiap pit tambang mempunyai nilai Faktor Keamanan (FK) ≥ 1,320, yakni nilai yang mengindikasikan bahwa lereng dinding tambang Pit Satui dan Karuh dalam kondisi aman (Tabel 1).
Berdasarkan analisis kestabilan lereng yang dilakukan oleh konsultan
Satui Engineering untuk Void Antasena timur yang memiliki luas 46,7 ha dan
kedalaman 96 m. Meterial Properties terdiri dari waste, sandstone, siltstone,
claystone, carbonaceous, Coal dan bed rock yang mempunyai properties
nilai Unit Weigth, Cohesion dan Phi dapat dilihat pada Tabel
2.
Analisis dilakukan pada kondisi jenuh dan 90% jenuh. Besarnya faktor
keamanan (safety factor) ditentukan atas dasar nilai SF > 1,250
kondisi aman, nilai SF antara 1,000 - 1,250 kondisi kritis dan nilai SF <
1,000 kondisi tidak aman. Void Antasena untuk dilakukan pengecekan
stabilitasnya kondisi saat ini ditunjukkan pada Gambar 4.
Lokasi lereng yang perlu dilakukan pengecekan terdiri dari 2 bagian
yaitu East (daerah yang lebih landai) dan West (daerah yang lebih curam).
Lereng tersebut telah dihitung menggunakan slope-W dan hasil untuk Slope S-W
Potongan East (S-W Section) SF = 0,114 dapat dilihat pada Gambar 5, dan
hasil Slope S-W Potongan West (S-W Section) SF = 1,743 dapat dilihat
pada Gambar 6. Slope S-W Potongan East HW (N-S Section) SF = 1,258 dapat
dilihat pada Gambar 7 dan Slope S-W Potongan East LW (N-S Section) SF =
1,33 dapat dilihat pada Gambar 8 dan hasil perhitungan ditunjukkan pada Tabel
4. Pada dasarnya angka keamanan lereng merupakan perbandingan antara kekuatan
tanah yang menahan dengan yang mendorong lereng tersebut. Artinya dengan angka
keamanan SF=1,0 (kondisi kritis) lereng masih bisa berdiri. Namun untuk kasus
potongan B-B, dari analisis slope-W diperoleh angka keamanan <1,0, dimana
lereng seharusnya sudah longsor.
Plaxis merupakan program komputer berdasarkan metode elemen hingga (2
dan 3 Dimensi) yang dapat digunakan secara khusus melakukan analisis deformasi
dan stabilitas untuk bebagai aplikasi dalam bidang geoteknik. Program ini
merupakan metode antarmuka grafis yang mudah digunakan sehingga pengguna dapat
dengan cepat membuat model geometri dan jaring elemen berdasarkan penampang
melintang dari kondisi lereng yang akan dianalisis. Angka keamanan diperoleh
dari hasil perhitungan Plaxis merupakan angka keamanan secara global terhadap
model. Perlu diperhatikan bahwa analisis ini tidak diikutsertakan muka air
tanah.
Potongan East (S-W Section)
Section S-W dibagi atas dua potongan yaitu pada bagian east, dimana lereng
lebih curam dan timbunan (waste) lebih tebal dan kedua adalah
potongan west dengan kondisi lereng cukup landai. Model perhitungan yang
digunakan adalah model keruntuhan Mohr-Coulomb, dengan spesifikasi perilaku
tanah drained pada lapisan pasir dan undrained pada lapisan
lempung/lanau.
Hasil perhitungan untuk potongan East SF < 1,0 dimana lereng
sudah mengalami keruntuhan. Daerah paling kritis berada pada kaki lereng. Keruntuhan
terjadi pada lapisan waste yang mempunyai parameter kekakuan dan
kekuatan tanah lebih kecil dari lapisan lainnya. Hasil perhitungan ditunjukkan
pada Gambar 10, sedangkan pada potongan West angka keamanan diperoleh
sebesar SF = 2,34, dimana lereng cukup kuat karena lapisan waste cukup landai.
Hasil perhitungan plaxis ditunjukkan pada Gambar 11.
Potongan
East HW-LW (N-S Section)
Section
N-S, juga dibagi atas dua potongan yaitu
potongan HW dan potongan LW. Hasil perhitungan Plaxis untuk kedua model
ini menunjukkan nilai angka keamanan lereng SF= 1,98 dan SF =
1,33. dimana lereng cukup kuat dan stabil terhadap gaya yang mendorongnya. Hasil
permodelan masing-masing ditunjukkan pada Gambar 12 dan Gambar 13.
Setelah dilakukan analisis menggunakan model Plaxis diperoleh hasil
sebagai berikut:
1. Analisis untuk potongan east (S-W Section), model telah collapse
(runtuh) dengan angka keamanan SF< 1,0, karena Plaxis tidak bisa
menghitung angka keamanan yang kecil dari nol. Sehingga tidak diketahui berapa
SF yang sesungguhnya. Hal ini juga sesuai dengan analisis yang dilakukan
menggunakan Slope-W dimana angka keamanan SF<1,0 (0,114).
2. Untuk 3 section lainnya menunjukkan nilai angka keamanan yang lebih
besar dari SF =1,25, sehingga lereng cukup aman dan stabil.
3. Untuk section dimana angka keamanan kecil dari 1,0, dapat
dilakukan beberapa metode perbaikan dengan cara yang dijelaskan pada bab
berikut.
Kemantapan
(stabilitas) lereng merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam pekerjaan
yang berhubungan dengan penggalian dan penimbunan tanah, batuan, dan bahan
galian karena menyangkut persoalan keselamatan manusia (pekerja), keamanan
peralatan serta kelancaran produksi. Keadaan ini berhubungan dengan
bermacam-macam jenis pekerjaan, misalnya pada pembuatan jalan, tanggul,
bendungan, penggalian kanal, penggalian untuk konstruksi, penambangan, dan
lain-lain.
Dalam operasi
penambangan masalah kemantapan lereng ini akan diketemukan pada penggalian
tambang terbuka, bendungan untuk cadangan air kerja, tempat penimbunan limbah
buangan (tailing disposal) dan penimbunan bijih (stockyard). Apabila
lereng-lereng yang terbentuk sebagai akibat dari proses penambangan (pit
slope) maupun yang merupakan sarana penunjang operasi penambangan tidak
stabil, maka akan mengganggu kegiatan produksi. Gangguan terhadap kestabilan
terjadi bilamana tahanan geser tanah tidak
dapat mengimbangi gayagaya yang menyebabkan
gelincir pada bidang longsor. Lereng
buatan tanah asli / lereng galian (Cut Slope)
dibuat dari tanah asli dengan memotong kemiringan.
Untuk menyelesaikan masalah ini
berdasarkan pengamatan di lapangan dan
analisis kestabilan lereng dengan mengunakan Program Plaxis 2D dan Slope-W (kajian terdahulu) maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Memperkecil gaya yang mendorong lereng untuk terjadi keruntuhan seperi
memperkecil ketinggian lereng atau membuat lereng agar lebih datar.
b) Memperbesar gaya yang menahan lereng dengan menambahkan counterweight
pada kaki lereng atau dengan membuat drainase horizontal untuk mengurangi
tekanan air pori.
c) Menambahkan perkuatan seperti injeksi dengan grouting, membuat
dinding penahan tanah ataupun dengan sheetpile.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis Consultant Satui Engineering dengan
menggunakan program Slope-W untuk Potongan East (S-W Section),
Potongan West (S-W Section), Potongan East HW (N-S Section), Potongan
East LW (N-S Section) diperoleh model keruntuhan (collapse) dengan
angka keamanan SF < 1,0 dan dibandingkan dengan analisis penulis
dengan menggunakan Plaxis-2D, dimana nilai angka keamanan SF <
1 tidak bisa ditentukan. Berdasarkan analisis Slope-W diperoleh nilai
SF < 1,0 (0,114) dan analisis Plaxis diperoleh nilai SF < 1
terjadi pada Potongan East (S-W Section), hal ini menunjukan bahwa
Analisis dengan program Slope-W dan program Plaxis 2D mempunyai
hasil yang sama dalam menentukan kemungkinan akan terjadi keruntuhan
pada tanggul yang dibuat untuk menampung air sebagai sumber air. Untuk 3
potongan lainnya menunjukkan nilai angka keamanan yang lebih besar
dari SF =1,25, sehingga lereng cukup aman dan stabil. Upaya yang
perlu dilakukan pada lereng yang berpotensi mengalami kelongsoran dengan
memperkuat lereng yang rentan mengalami longsor.
B.
Saran
Analisis kestabilan lereng harus berdasarkan model yang akurat
mengenai kondisi material bawah permukaan, kondisi air tanah dan pembebanan
yang mungkin bekerja pada lereng. Tanpa sebuah model geologi yang memadai,
analisis hanya dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang kasar
sehingga kegunaan dari hasil analisis dapat dipertanyakan. Dan makalah ini bisa
menjadi tolak ukur dalam penelitian dan makalah-makalah lainnya
DAFTAR PUSTAKA
http://arfa-manaf.blogspot.com/2011/11/faktor-faktor-stabilitas-lereng.html
(Di akses pada tangal 29 Juli 2021)
https://divergenmor.blogspot.com/2018/09/studi-analisis-kestabilan-lereng-untuk.html (Di akses pada tangal
29 Juli 2021)
https://ejurnal.bppt.go.id/index.php/Alami/article/view/4556/3947 (Di akses pada tangal 29 Juli 2021)
https://id.wiktionary.org/wiki/kemantapan
(Di akses pada tangal 29 Juli 2021)
No comments:
Post a Comment