MAKALAH
Sejarah Indonesia
“Kerajaan Medang Kamulan”
“Kerajaan Medang Kamulan”
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
KELOMPOK ....
1. ..........................................
2. ..........................................
3. ..........................................
4. ..........................................
5. ..........................................
6. ..........................................
7. ..........................................
SMA/SMK ............................................
TAHUN AJARAN 20....-20....
KATA PENGANTAR
Assalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu
Dengan menyebut nama Allah Subhana Wa Ta’ala yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kepada kami. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Sejarah Indonesia ini dengan sebuah pembahasan tentang “Kerajaan Medang Kamulan”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Serta ucapan terima kasih kepada guru pembimbing pelajaran Sejarah Indonesia Yang terhormat Ibu/Bapak ....................................., dimana atas bimbingan beliau kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat serta referensi pembelajaran maupun inspirasi terhadap pembaca.
Wassalammu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu
Palembang, 2020
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bhumi Mataram adalah sebutan lama untuk Yogyakarta dan sekitarnya. Di
daerah inilah untuk pertama kalinya istana Kerajaan Medang diperkirakan berdiri
(Rajya Medang i Bhumi Mataram). Nama ini ditemukan dalam beberapa prasasti,
misalnya prasasti Minto dan prasasti Anjukladang. Istilah Mataram kemudian
lazim dipakai untuk menyebut nama kerajaan secara keseluruhan, meskipun tidak
selamanya kerajaan ini berpusat di sana.
Pada abad ke-10 berakhinya kekuasaan Dyag balitung dikerajaan Mataram hindu
di Jawa Tengah , kekuasaannya mundur. Ada dugaan bahwa kemunduran akibat adanya
bencana alam. Terutama gunung meletus yang mengahancurkan pusat kerajaan dan
seluruh perekonomiannya. Masalah ini tidak dapat di selesaikan oleh
Rakai Wawa . ia wafat mendadak .kedudukan itu selanjudnya digantikan
oleh Mpu Sindok yang waktu itu menjadi Rakryan I Hino. Kemudian kerajaan
Mataram kuno pindah ke Jawa Timur,tepatnya di muara Sungai Brantas,ibukota
Medang adalah Watan Mas.
Setelah ia memindahkan kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa
Timur.Mpu Sindok memerintah Kerajaan Medang dari tahun 929 hingga 948. Mpu
Sindok memerintah bersama permaisuri yang bernama Mpu Kebi, yang bergelar Sri
Prameswari Wardhani Mpu Kebi Nama Permaisuri Mpu Kebi atau Dyah Kebi ini dapat
di temukan dalam Prasasti Cunggrang (929) dan Prasasti Gaweg (933).
Sistem birokrasi kerajaan Medang masih sama dengan kerajaan lain yaitu
pemimpin teritinggi yaitu raja, didalam naskah Ramayana Kakawin yang sampai
kepada kita berisikan tentang rajadharma (tugas kewajiban seorang raja)
yaitu bagian yang merupakan ajaran Rama kepada adiknya Brarata dan kepada
Whibisana dijumpai antara lain ajaran astabrata, yaitu prilaku yang delapan.
Dikatakan bahwa didalam diri seorang raja berpadu 8 dewa-dewa yaitu Indra,
Yama, Suryya,Soma, Wayu, Kuwera, Waruna, dan Agni.
Dan keadaan masyarakatnya yaitu bertani dan masih adanya sistem perpajakan
untuk rakyat, masyarakat juga mengenal perdagangan di pasar desa dan
diluar pulau, barang yang diperdagangan seperti hasil bumi yaitu berasm
buah-buahan, sirih pinang dan buah mengkudu juga hasil industrai rumah tangga,
seperti alat perkakas dari besi dan tembaga, pakaian , payung, keranjang dan
barang- barang anyaman, kejang kepis, gula arang dan kapur sirih. Binatang
ternak seperti kerbau, sapi, kambing ituk dan ayam serta telurnya juga
diperjualbelikan.
B.
Rumusan
Masalah
Dari
pemaparan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalahnya adalah sebagai
berikut:
1.
Bagaimana sejarah Kerajaan Medang Kamulan?
2.
Apa penyebab
perpindahan Kerajaan Medang Kamulan?
3.
Dimana pusat Kerajaan Medang Kamulan?
4.
Apa sumber-sumber sejarah Kerajaan Medang Kamulan?
5.
Bagaimana
sistem pemerintahan Kerajaan
Medang Kamulan?
6.
Bagaimana
sistem perekonomian, kepercayaan dan Hukum Kerajaan Medang Kamulan?
7.
Apa penyebab runtunya Kerajaan Medang Kamulan?
C.
Tujuan
Penulisan
Dengan
tersusunya makalah ini penulis mempunyai tujuan, bagi siapapun pembacanya yaitu
antara lain :
1.
Agar pembaca tahu sejarah dari Kerajaan Medang
Kamulan.
2.
Agar pembaca
tahu sebab-sebab perpindahan Kerajaan
Medang Kamulan.
3.
Agar pembaca
mengetahui sumber-sumber sejarah Kerajaan
Medang Kamulan.
4.
Agar pembaca
mengetahui struktur pemerintahan kerajaan Medang Kamulan.
5.
Agar pembaca
tahu sistem birokrasi, Kosmogonis dan hokum kerajaan Medang Kamulan.
6.
Agar pembaca tahu penyebab runtuhnya Kerajaan Medang
Kamulan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Kerajaan Medang Kamulan dan Perpindahan Kerajaan Medang
Kamulan
Pada umumnya sebutan Mataram Kuno lazim dipakai untuk
menyebut nama Kerajaan ini pada periode Jawa Tengah. Nama Mataram merujuk pada
nama ibu kota kerajaan ini. Kadang untuk membedakannya dengan Kerajaan Mataram
Islam yang berdiri pada abad ke-16, biasa pula disebut dengan nama Kerajaan
Mataram Hindu. Istilah Kerajaan Medang Kamulan dipakai untuk menyebut
nama kerajaan pada periode Jawa Timur. Namun berdasarkan prasasti-prasasti yang
telah ditemukan sebetulnya nama Medang Kamulan sudah dikenal sejak periode
sebelumnya, yaitu periode Jawa Tengah.
Pada kerajaan di Jawa Tengah, Raja Wawa (924-929)
serta merta tampil sebagai penguasa di jawa tengah, dibantu oleh pati sekaligus
menantunya, Mpu Sindok, Wawa digantikan Mpu Sindok (929-947) yang dikenal
sebagai raja berjiwa prajurid, dan sangat toleran terhadap pemeluk agama Budha
Mahayana, serta Sang Hyang Kamahaniyanikan berhasil dirubah kedalam Bahasa Jawa
Kuno dari Bahasa Sanksekerta. Kitap ini memuat cerita tentang dewa-dewa yang
mirip dengan relief yang ada di candi Borobudur. Sebuah kitab agama Hindu Syiwa
Brahmanapurana yang berisikan Kosmologi, Kosmogoni, sejarah para resi, dan
cerita pertikaian antar kasta juga diterbitkan dalam waktu hamper bersamaan.
Sementara itu, nama yang lazim dipakai untuk menyebut
Kerajaan Medang Kamulan periode tengah Kerajaan Mataram, yaitu
merujuk kepada salah daerah ibu kota kerajaan ini. Kadang untuk membedakannya
dengan Kerajaan Mataram Islam yang berdiri pada abad ke-16, Kerajaan Medang
Kamulan periode Jawa Tengah biasa pula disebut dengan nama Kerajaan Mataram
Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu. Kerajaan Medang Kamulan mengalami beberapa
masa perpindahan yang cukup siknifikan yaitu :
a)
Medang i Bhumi Mataram
(zaman Sanjaya)
b)
Medang i Mamrati
(zaman Rakai Pikatan)
c)
Medang i Poh Pitu
(zama n Dyah Balitung)
d) Medang i Bhumi Mataram (zaman Dyah Wawa)
e)
Medang i Tamwlang
(zaman Mpu Sindok)
f)
Medang i Watugaluh
(zaman Mpu Sindok)
g)
Medang i Wwatan (zaman
Dharmawangsa Teguh)
Pada abad ke-8 kerajaan Pra Mataram Islam (Mataram
Kuno) memerintah di Jawa Tengah, dengan Sanjaya (Syiwaistik) berkuasa di
Kawasan Utara (kedu), sedangkan Syailendra (Budha Mahayana) berkuasa dikawasan
selatan (Bagelan dan Mataram ). Candi –candi Hindu (Dieng, Prambanan, dll) dan
Budha (Borobudur, Mendut Kalasan, dll) membuktikan pada masa bersamaan di Jawa
terdapat dua agama besar yang bertoleransi.
Tetapi seiring adanya pindahnya kerajaan Mataram kuno
ke Jawa Timur disebabkan letusan Gunung Merapi , Mpu sindok pada tahun 929
memindahkan pusat kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Menurut
catatan sejarah, tempat baru tersebut adalah watugaluh, yang terletak disungai
Brantas, sekarang kira-kira adalah wilayah Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Kerajaan baru ini tudak lagi disebut Mataram, namun Medang Kamulan. Meskipun
demikian, beberapa literature masih menyebutkan sebagai Mataram II.
Selain itu sebab pemerintahan Kerajaan Mataram kuno
juga sempat berpindah ke Jawa Timur disebabkan selama abad ke-7 sampai
ke-9 terjadi serangan-serangan dari Sriwijaya ke Kerajaan Mataram Kuno.
Besarnya pengaruh Kerajaan Mataram Kuno semakin terdesak ke wilayah timur. Seperti
yang telah diketahui sekarang tidak diketahui nama kerajaan di Jawa Tengah ini
sebelum masa pemerintahan Sanjaya. Nama Mataram mungkin baru dipakai sejak
Sanjaya, ia bergelar rakai Mataram, demikian pula nama Medang sebagai pusat
kerajaan. Cerita Parahyangan menyebutkan nama kerajaan Sanna dan Sanjaya itu
Galuh. Memang dari prasasti Sojomerto dan beberapaprasasti lain yang hingga
kini belum dapat dibaca, tetapi jelas menggunakan hurug Pallawa, yang ditemukan
di daerah Pekalongan, mungkin sekali pusat kerajaan wangsa Sailendra itu
mula-mula di daerah Pekalongan sekarang.
Setelah Sri Isyanatunggawijaya meninggal maka kerajaan
medang Kamulan di pimpin oleh Raja Sri Dharmawangsa teguh Anantawikramatunggadewa
yaitu anaknya Sri Isyanatunggawijaya dari perkawinannya dengan Raja Lokapala.
Dharmawangsa menikah dengan cucu Isyanatunggawiyaya yang lain dan mewarisi
tahta mertuanya (991-1016). Selama pemerintahannya telah diterbitkan berbagai
karya, diantaranya Kakawin Mahabrata, yang diterjemahkan kedalam Bahasa
Jawa Kuna dari kitap Mahabrata India. Dharmawangsa menyerang Sriwijaya
untuk merebut bagian selatan wilayahnya agar dapat menguasai selat sunda yang
sangat penting bagi perdagangan(992).
Sriwijaya dibantu Raja Wurawuri dari semenanjung
Melayu membalas serangan Dharmawangsa Teguh (1016). Serangan terjadi sewaktu
pesta perkawinan agung antara putri Dharmawangsa,Dharmawangsa, Sri dan
Airlangga (16 tahun), keponakannya, Raja dan Para pembesar Negara gugur,
tumpas-tapis, namun Airlanggadan pengiring setianya Narottama, dapat menyingkir
ke pegunungan Wonogiri. Mereka hidup bersama- sama para pendeta Hindu dan biksu
Budha selama dua tahun.
Airlangga untuk menduduki tahta kerajaan, memanfaatkan
situasi vacuum of power di Jawa Timur ketika tentara pendudukan Wurawari disana
terpaksa ditarik kembali ke, semenanjung melayu yang tengah diserang
colomandala dari india selatan. Airlangga mengawini seorang putri Sriwijaya,
tentunya berpotensi memproduksi ancaman dari lawan.
Setelah beberapa tahun kemudian berada di hutan,
akhirnya pada tahun 1019, airlangga berhasil mempersatukan wilayah kerajaan
Medang Kamulan yang telah terpecah, membangun kembali kerajaan, dan berdamai
dengan Sriwijay. Kerajaan baru ini dikenal dengan kerajaan Kahuripan , yang
wilayahnya membentang dari pasuruan di timur hingga Madiun dibarat. Airlangga
memperluaswilayahnya kerajaan hingga ke Jawa Tengah dan Bali. Pada tahun 1025,
Airlangga memperlebar pengaruh Kahuripan seiring dengan melemahnya Sriwijaya.
Pantai Utara Jawa terutama Surabaya dan Tuban, menjadi pusat perdagangan yang
penting untuk pertama kalinya.
Setelah dikukuhkan sebagai pewaris tahta
mertuanya, Dharmawangsa Teguh, Airlangga mengganti nama kerajaan Medang Kamulan
menjadi Kahuripan dengan ibukota Wulan Mas (1037). Setelah kerajaan Medang
Kamulan berpindah menjadi Kahuripan, raja Airlangga berhadapa dengan masalah
pewarisan tahtanya sebagai raja,pewarisan itu yaitu Sanggrammawijaya,
memilih menjadi pertapa dari pada mengganti Airlangga. Pada tahun 1045,
Airlangga membagi Kahuripan menjadi dua kerajaan untuk putranya yaitu
Jenggala dan Kediri (penjulu), Airlangga sendiri menjadi pertapa dan meninggal
pada tahun 1049. Airlangga dimakamkan di candi Belahan dengan perluhuran sebagai
wisnu naik burung Garuda.
Dengan pemecahan Kerajaan Kahuripan itu maka Pecahan
kerajaan Medang berakhir, kerajaan Janggala tidak mampu berkembang menjadi
Negara besar sehingga lenyapdari percaturan politik sedangkan kerajaan
Panjalu atau Kediri semakin berkembang, dangan memiliki kekuasaan sampai
perairan Indonesia bagian barat dan timur dengan Raja Jayabaya.
B.
Pusat Kerajaan Medang Kamulan
"Bhumi Mataram" adalah sebutan lama
untuk Yogyakarta dan sekitarnya.
Di daerah inilah untuk pertama kalinya istana Kerajaan Medang diperkirakan
berdiri (Rajya Medang i Bhumi Mataram). Nama ini ditemukan dalam
beberapa prasasti, misalnya prasasti
Minto dan prasasti Anjuk ladang.
Istilah "Mataram" kemudian lazim dipakai untuk menyebut nama
kerajaan secara keseluruhan, meskipun tidak selamanya kerajaan ini berpusat di
sana.
Sebenarnya, pusat Kerajaan Medang pernah mengalami
beberapa kali perpindahan, bahkan sampai ke daerah Jawa Timur sekarang. Beberapa daerah yang pernah menjadi
lokasi istana Medang berdasarkan prasasti-prasasti yang sudah ditemukan antara
lain,
·
Medang i Bhumi
Mataram (zaman Sanjaya)
·
Medang i Mamrati
(zaman Rakai Pikatan)
·
Medang i Poh Pitu
(zaman Dyah Balitung)
·
Medang i Bhumi
Mataram (zaman Dyah Wawa)
·
Medang i Tamwlang
(zaman Mpu Sindok)
·
Medang i Watugaluh
(zaman Mpu Sindok)
·
Medang i Wwatan
(zaman Dharmawangsa Teguh)
Menurut perkiraan, Mataram terletak di daerah Yogyakarta sekarang. Mamrati dan Poh Pitu diperkirakan
terletak di daerah Kedu. Sementara itu, Tamwlang sekarang disebut dengan nama
Tembelang, sedangkan Watugaluh sekarang disebut Megaluh. Keduanya terletak di
daerah Jombang. Istana terakhir, yaitu Wwatan, sekarang disebut
dengan nama Wotan, yang terletak di daerah Madiun.
C.
Sumber-sumber Sejarah
Kerajaan Medang Kamulan
Sumber-sumber sejarah yang menyebutkan keberadaan
kerajaan Medang, sumber-sumber ini dalam bentuk candi dan prasasti antara lain
1. Prasasti Mantyasih
yaitu Prasasti Mantyasih tahun 907 atas nama Dyah Balitung menyebutkan dengan
jelas bahwa raja pertama Kerajaan Medang (Rahyang ta rumuhun ri Medang ri Poh
Pitu) adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Sanjaya sendiri mengeluarkan
prasasti Canggal tahun 732, namun tidak menyebut dengan jelas apa nama
kerajaannya. Ia hanya memberitakan adanya raja lain yang memerintah pulau Jawa
sebelum dirinya, bernama Sanna. Sepeninggal Sanna, negara menjadi kacau.
Sanjaya kemudian tampil menjadi raja, atas dukungan ibunya, yaitu Sannaha
saudara perempuan Sanna.
2. Prasasti Sanggurah
merupakan prasasti berangka tahun 982 Masehi yang ditemukan di daerah Malang
dan menyebut nama penguasa daerah itu, Sri Maharaja Rakai Pangkaja Dyah Wawa
Sri Wijayalokanamottungga (Dyah Wawa). Prasasti berbentuk tablet ini disebut
juga Prasasti Minto karena dihadiahkan oleh Raffles kepada Lord Minto, keduanya
pernah memimpin Hindia Belanda ketika Britania Raya menguasai Belanda pada
dasawarsa kedua abad ke-19.
3. Prasasti dinoyo
yaitu prasasti yang ditemukan terputus menjadi tiga bagian. Bagian yang
tengah di temukan di Desa Dinoyo, sedang dibagian atas dan bagian bawah
ditemukan di Desa Merjosari, kira-kira 2 Km disebelah barat Dinoyo.
Mengingat kasus di gunung Wukir dan prasasti Canggal, mungkin sekali prasasti
Dinoyo ini asalnya justru dari Merjosari, yang memangternyata menghasilkan
sisa-sisa bangunan. De casparis menduga bahwa batu prasasti itu berasal dari
Desa Kejuron, pendapat ini mungin kurang dapat diterima karena Kejuron mungkin
justru merupakan pusat kerajaan, sedang prasasti tentulah tidak didirikan
dipusat kerajaan, tetapi di dekat candinya.
4. Prasasti Wantil, Mpu
Manuku membangun ibu kota baru di desa Mamrati sehingga ia pun dijuluki sebagai
Rakai Mamrati. Istana baru itu bernama Mamratipura, sebagai pengganti ibu kota
yang lama, yaitu Mataram.Prasasti Wantil disebut juga prasasti Siwagreha yang
dikeluarkan pada tanggal 12 November856. Prasasti ini selain menyebut pendirian
istana Mamratipura, juga menyebut tentang pendirian bangunan suci Siwagreha,
yang diterjemahkan sebagai Candi Siwa.
Selain meninggalkan bukti sejarah berupa
prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, Kerajaan
Mataram/Medang juga membangun banyak candi, baik itu yang bercorak Hindu maupun
Buddha. Temuan Wonoboyo berupa artifak emas yang ditemukan tahun 1990 di
Wonoboyo, Klaten, Jawa Tengah; menunjukkan kekayaan dan kehalusan seni budaya
kerajaan Mataram.
Candi-candi peninggalan Kerajaan Medang antara lain, Candi
Kalasan, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Mendut, Candi Pawon,
dan tentu saja yang paling kolosal adalah Candi Borobudur. Candi megah yang
dibangun oleh Sailendrawangsa ini telah ditetapkan UNESCO (PBB) sebagai salah
satu warisan budaya dunia.
D.
Sistem Pemerintahan
Kerajaan Medang Kamulan
Di dalam prasasti Mantyasih, Desa Mantyasih disebut
sima kapatiihan karena yang mendapat anugrah adalah lima orang patih di
Mantyasih, didalam prasasti Sangguran disebut sima kajurugusalyan di Mananjung,
karena ada jabatan juru gusali, yaitu ketua para pandai besi, didalam prasasti
Balingawan disebut sima kamulan, karena semula Desa Balingawan itu selalu
diganggu oleh penjahat sehingga penduduk sering membayar denda atas pembunuhan
gelap dan perkelahian gelap yang mengakibatkan seseorang menderita luka-luka.
Di dalam prasasti telang ada istilah kamulan dan rumah kamulan yang jelas tidak
ada hubungan dengan tempat pemujaan cikal bakal Desa telang, karena menjadi
pokok pembicaraan dalam prasasti itu ialah tempat penyeberangan.
Berdasarkan itu semua dapat disimpulkan disini bahwa
Desa Bhumisambhara itu ialah sima kamulan karena dianugrahkan kepada pejabat
mula. Saying sekali hingga sekarang belum jelas apa tugas seorang mula dalam
masyarakat jawa kuno. Didalam prasasti Mantyasih tersebut tertulis daftar
raja-raja Medang yang telah berkuasa dalam setiap masa pemerintahannya.daftar
raja-raja tersebut sebagai berikut:
1. Sanjaya, pendiri
Kerajaan Medang (Karya Candi Canggal/Penganut Hindu Syiwa)
2. Rakai Panangkaran,
awal berkuasanya Wangsa Sailendra(Membangun Candi Borobudur, sebagai penganut
budha mahaya" dinasti berpindah agama dari leluhurnya yang hindu
syiwa")membangun juga candi Kalasan, sebagai pengormatan leluhur").
3. Rakai Panunggalan
alias Dharanindra Menaklukkan Sriwijaya bahkan sampai ke kamboja dan campa
berjuluk Wirawairimathana (penumpas musuh perwira)
4. Rakai Warak alias
Samaragrawira Ayah dari Balaputradewa raja Sriwijaya Wirawairimathana (penumpas
musuh perwira)
5.
Rakai Garung alias
Samaratungga Sri Maharaja Samarottungga
Rakai Garung alias
Samaratungga Sri Maharaja Samarottungga atau kadang ditulis Samaratungga,
adalah raja Sriwijaya Wangsa Syailendra yang memerintah pada tahun 792 – 835.
Tidak seperti pendahulunya yang ekspansionis, pada masa pemerintahannya,
Sriwijaya lebih mengedepankan pengembangan agama dan budaya. Pada tahun 825,
dia menyelesaikan pembangunan candi Borobudur yang menjadi kebanggaan
Indonesia.
Untuk memperkuat
aliansi antara wangsa Syailendra dengan penguasa Sriwijaya terdahulu, Samaratungga
menikahi Dewi Tara, putri Dharmasetu. Dari pernikahan itu Samaratungga memiliki
seorang putra pewaris tahta, Balaputradewa, dan Pramodhawardhani yang menikah
dengan Rakai Pikatan, putra Sri Maharaja Rakai Garung, raja kelima Kerajaan
Medang.
6.
Rakai Pikatan suami
Pramodawardhani
Awal kebangkitan
Wangsa Sanjaya (Candi Prambanan) Rakai Pikatan terdapat dalam daftar para
raja versi prasasti Mantyasih. Nama aslinya menurut prasasti Argapura adalah
Mpu Manuku. Pada prasasti Munduan tahun 807 diketahui Mpu Manuku menjabat
sebagai Rakai Patapan. Kemudian pada prasasti Kayumwungan tahun 824 jabatan
Rakai Patapan dipegang oleh Mpu Palar. Mungkin saat itu Mpu Manuku sudah pindah
jabatan menjadi Rakai Pikatan. Akan tetapi, pada prasasti Tulang Air tahun 850
Mpu Manuku kembali bergelar Rakai Patapan. Sedangkan menurut prasasti
Gondosuli, Mpu Palar telah meninggal sebelum tahun 832. Kiranya daerah Patapan
kembali menjadi tanggung jawab Mpu Manuku, meskipun saat itu ia sudah menjadi
maharaja. Tradisi seperti ini memang berlaku dalam sejarah Kerajaan Medang di
mana seorang raja mencantumkan pula gelar lamanya sebagai kepala daerah,
misalnya Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung.
7.
Rakai Kayuwangi alias
Dyah Lokapala
Menurut prasasti
Wantil atau prasasti Siwagerha tanggal 12 November 856, Dyah Lokapala naik
takhta menggantikan ayahnya, yaitu Sang Jatiningrat (gelar Rakai Pikatan
sebagai brahmana). Pengangkatan putra bungsu sebagai raja ini didasarkan pada
jasa kepahlawanan Dyah Lokapala dalam menumpas musuh ayahnya, yang bermarkas di
timbunan batu di atas bukit Ratu Baka. (Pusat kerajaan tidak lagi di mataram
tapi di mamratipu
8.
Rakai Watuhumalang
Rakai Pikatan memiliki beberapa orang anak, antara
lain Rakai Gurunwangi (prasasti Plaosan) dan Rakai Kayuwangi (prasasti
Argapura). Sedangkan Rakai Watuhumalang mungkin juga putra Rakai Pikatan atau
mungkin menantunya. akhir periode rakai pikatan terjadi perpecahan di Kerajaan
Medang akibat perebutan kuasa antara Gurunwangi dan kayuwangi namun sepeninggal
kayuwangi Watuhumalang yang menduduki tahta.
9.
Rakai Watukura Dyah
Balitung
Rakai Watuhumalang memiliki putra bernama Mpu Daksa
(prasasti Telahap) dan menantu bernama Dyah Balitung (prasasti Mantyasih). Dyah
Balitung inilah yang mungkin berhasil menjadi pahlawan dalam menaklukkan Rakai
Gurunwangi dan Rakai Limus sehingga takhta pun jatuh kepadanya sepeninggal
Rakai Watukura.
Pada akhir pemerintahan Dyah Balitung terjadi
persekutuan antara Mpu Daksa dengan Rakai Gurunwangi (prasasti Taji Gunung).
Kiranya pemerintahan Dyah Balitung berakhir oleh kudeta yang dilakukan kedua
tokoh tersebut. memindahkan pusat pemerintahan kerajaan medang dari mamratipura
ke poh-pitu(sekitar kedu)
10. Mpu Daksa
Mpu Daksa naik takhta menggantikan Dyah Balitung yang
merupakan saudara iparnya. Hubungan kekerabatan ini berdasarkan bukti bahwa
Daksa sering disebut namanya bersamaan dengan istri Balitung dalam beberapa
prasasti. Selain itu juga diperkuat dengan analisis sejarawan Boechari terhadap
berita Cina dari Dinasti TangTat So Kan Hiung, yang artinya “Daksa, saudara
raja yang gagah berani”
11. Rakai Layang Dyah Tulodong
Dyah Tulodhong dianggap naik takhta menggantikan Mpu
Daksa. Dalam prasasti Ritihang yang dikeluarkan oleh Mpu Daksa terdapat tokoh
Rakryan Layang namun nama aslinya tidak terbaca. Ditinjau dari ciri-cirinya,
tokoh Rakryan Layang ini seorang wanita berkedudukan tinggi, jadi tidak mungkin
sama dengan Dyah Tulodhong. Mungkin Rakryan Layang adalah putri Mpu Daksa. Dyah
Tulodhong berhasil menikahinya sehingga ia pun ikut mendapatkan gelar Rakai
Layang, bahkan naik takhta menggantikan mertuanya, yaitu Mpu Daksa. Dalam
prasasti Lintakan Dyah Tulodhong disebut sebagai putra dari seseorang yang
dimakamkan di Turu Mangambil.
12. Rakai Sumba Dyah Wawa
Dalam prasasti Wulakan tanggal 14 Februari 928, Dyah
Wawa mengaku sebagai anak Kryan Landheyan sang Lumah ri Alas (putra Kryan
Landheyan yang dimakamkan di hutan). Nama ayahnya ini mirip dengan Rakryan
Landhayan, yaitu ipar Rakai Kayuwangi yang melakukan penculikan dalam peristiwa
Wuatan Tija.
13. Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur
Istana Kerajaan Medang pada awal berdirinya
diperkirakan terletak di daerah Mataram (dekat Yogyakarta sekarang). Kemudian
pada masa pemerintahan Rakai Pikatan dipindah ke Mamrati (daerah Kedu). Lalu,
pada masa pemerintahan Dyah Balitung sudah pindah lagi ke Poh Pitu (masih di
sekitar Kedu). Kemudian pada zaman Dyah Wawa diperkirakan kembali ke daerah
Mataram. Mpu Sindok kemudian memindahkan istana Medang
ke wilayah Jawa Timur sekarang. Dalam beberapa prasastinya, ia menyebut kalau
kerajaannya merupakan kelanjutan dari Kerajaan Medang di Jawa Tengah. Misalnya,
ditemukan kalimat berbunyi Kita prasiddha mangraksa kadatwan rahyangta i Bhumi
Mataram i Watugaluh.
14. Sri Lokapala suami Sri Isanatunggawijaya
Sri Isyana Tunggawijaya merupakan putri dari Mpu
Sindok, yaitu raja yang telah memindahkan istana Kerajaan Medang dari Jawa
Tengah menuju Jawa Timur. Tidak banyak diketahui tentang masa pemerintahannya.
Suaminya yang bernama Sri Lokapala merupakan seorang bangsawan dari pulau Bali. Peninggalan sejarah Sri Lokapala berupa
prasasti Gedangan tahun 950 yang berisi tentang anugerah desa Bungur Lor dan
desa Asana kepada para pendeta Buddha di Bodhinimba. Namun, prasasti Gedangan
ini merupakan prasasti tiruan yang dikeluarkan pada zaman Kerajaan Majapahit untuk
mengganti prasasti asli yang sudah rusak.
Prasasti atau piagam dianggap sebagai benda pusaka
yang diwariskan secara turun-temurun. Apabila prasasti tersebut mengalami
kerusakan, ahli waris biasanya memohon kepada raja yang sedang berkuasa untuk
memperbaharuinya. Prasasti pembaharuan ini disebut dengan istilah prasasti
tinulad. Tidak diketahui dengan pasti kapan
pemerintahan Sri Lokapala dan Sri Isyana Tunggawijaya berakhir. Menurut
prasasti Pucangan, yang menjadi raja selanjutnya adalah putra mereka yang
bernama Sri Makuthawangsawardhana.
15. Makuthawangsawardhana
Jalannya pemerintahan Makutawangsawardhana tidak
diketahui dengan pasti. Namanya hanya ditemukan dalam prasasti Pucangan sebagai
kakek Airlangga. Disebutkan bahwa, Makutawangsawardhana adalah putra pasangan
Sri Lokapala dan Sri Isana Tunggawijaya putri Mpu Sindok.
Prasasti Pucangan juga menyebut Makutawangsawardhana
memiliki putri bernama Mahendradatta, yaitu ibu dari Airlangga. Dalam prasasti
itu juga disebut adanya nama seorang raja bernama Dharmawangsa, namun
hubungannya dengan Makutawangsawardhana tidak dijelaskan.
16. Dharmawangsa Teguh, Kerajaan Medang berakhir
Prasasti Pucangan tahun 1041 dikeluarkan oleh raja
bernama Airlangga yang menyebut dirinya sebagai anggota keluarga Dharmawangsa
Teguh. Disebutkan pula bahwa Airlangga adalah putra pasangan Mahendradatta
dengan Udayana raja Bali. Adapun Mahendradatta adalah putrid Makuthawangsawardhana dari
Wangsa Isana. Airlangga sendiri kemudian menjadi menantu Dharmawangsa.
E.
Keadaan masyarakat
Di dalam struktur pemerintahan kerajaan-kerajaan kuno,
raja(sri maharaja) ialah penguasa tertinggi.sesuai dengan landasan
kosmogonis,raja ialah penjelmaan dewa di dunia. Hal itu ternyata dari gelar
abhiseka dan pujian-pujian kepada raja didalam berbagai prasasti dan
kitab-kitap susastra Jawa kuno sejak raja Airlangga. Dari zaman Mataram kuno
hanya ada dua orang raja yang bergelar abhiseka dengan unsure tunggadewa, yaitu
Bhujayotunggadewa didalam prasasti dari Candi Plaosan Lor dan Rakai Layang Dyah
Tulodong Sri Sajjanasanmatanuragatungadewa. Didalam kerajaan Mataram secara
khusus menganut suatu landasan kosmogonis yaitu kepercayaan akan arus adanya
suatu keserasian antara dunia manusia ini ( mikrokosmos) dengan alam semesta
(mikrokosmos).
Di sini akan disajikan gambaran besarnya saja
dalam garis besarnya saja, dimulai dengaan golongan elite ditingkat pusat. Di
ibu kota kerajaan, yang menurut berita-berita cina dikelilingi oleh dinding,
baik dari batu bata maupun dari batang-batang kayu, terdapat istana raja yang juga
dikelilingi oleh dinding. Didalam istana itulah berdiam raja dan keluarganya,
yaitu permaisuri, selir selir, dan anak-anaknya yang belum dewasa, dan para
hamba istana(hulun haji, watek I jro). Diluar istana, masih didalam lingkungan
dindinga kota, terdapat kediaman putra mahkota (rake hino), dan tiga orang
adiknya (rakai hulu, rakai sirikan dan rakai wra), dan kediaman para pejabat
tinggi kerajaan.
Di lingkungan tembok ibu kota kerajaan tinggal
kelompok elite dan non-elite, raja dan keluarganya mengmbil tempat tersendiri.
Hungungan antara raja secara langsung dengan kelompok non-elite sulit
terlaksana, sedang dengan kelompok elite birokrasi saja hubungan itu henya
terjadi secara formal.
Di dalam landasan Kosmogonis masyarakat yaitu menurut
kepercayaan ini manusia selalu berada dibawah pengaruah kekuatan-kekuatan yang
terpancar dari bintang-bintang dan planet-planet. Kekuatan itu dapat membawa
kebahagian , kesejahteraan , dan perdamaian atau bencana kepada manusia,
tergantung dari dapat atau tidaknya individu , kelompok-kelompok sosial,
terutama kerajaan,menyerasikan hidup dan semua kegiatannya dengan gerak alam
semesta.
Agama resmi Kerajaan Medang pada masa pemerintahan
Sanjaya adalah Hindu aliran Siwa. Ketika Sailendrawangsa berkuasa, agama resmi
kerajaan berganti menjadi Buddha aliran Mahayana. Kemudian pada saat Rakai
Pikatan dari Sanjayawangsa berkuasa, agama Hindu dan Buddha tetap hidup
berdampingan dengan penuh toleransi. Didalam stratifikasi sosialnya masyarakat
didalam kerajaan Medang masih menggunakan kasta-kasta didalam agama Hindu baik
kedudukannya didalam struktur birokrasi maupun kedudukannya berdasarkan
kekayaan materill.
Menurut ajaran agama Hindu , alam ini terdiri atas
suatu benua pusat berbentuk lingkaran, yang bernama jambudwipa. Benua ini
dilingkari oleh tujuh lautan dan tujuh daratan, dan semua itu di batasi oleh
suatu pegunungan yang tinggi. Ditengah –tengah Jambudwipa berdiri gunung Meru
sebagai pusat alam semesta. Matahari , bulan , dan bintang-bintang bergerak
mengililingi Gunung Meru itu. Di Puncaknya terdapat kota dewa-dewa, yang di
kelilingai oleh tempat tinggal ke delapan dewa penjaga mata angin (Lokapala).
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa seorang raja
harus berpegang teguh kepada dharma, bersikap adil, menghukum yang bersalah dan
memberikan anugrah kepada mereka yang berjasa( wnang wgraha anugraha),
bijaksana, tidak boleh sewenang-wenangnya. Waspada terhadapgejolak dikalangan
rakyatnya, berusaha agar rakyat senantiasa memperoleh rasa tentram dan bahagia,
dan dapat memperlihatkan wibawanya dengan kekuatan angkatan perang dan harta
kekayaannya.
Di bidang ekonomi penduduk Medang sejak periode Bhumi
Mataram sampai periode Wwatan pada umumnya bekerja sebagai petani. Kerajaan
Medang memangterkenal sebagai negara agraris, sedangkan saingannya, yaitu
Kerajaan Sriwijaya merupakan negara maritim.
Di beberapa prasasti telah memberi keterangan akan
adanya masyarakat yang mengenel ekonomi di wilayah kerajaan,di pedesaan
pertama-tama sudah mengenal hasil bumi seperti beras, buah-buahan, sirih pinah,
dan buah mengkudu. Juga hasil industry rumah tangga, seperti alat perkakas dari
besi dan tembaga, pakaian, paying keeranjang dan barang-barang anyaman , kejang
kepis, gula, arang, dan kapur sirih. Binatang ternak seperti kerbau, sapi,
kambing , itik dan ayam serta telurnya juga diperjualbelikan.
Prasasti tidak menyebutkan komoditas ekspor, dan hanya
ada satu barang yang mungkin diimpor yaitu kain buatan India (wdihan buat
kling). Akan tetapi, data tentang masalah ekspor-impor itu diperoleh darr berita-berita
Cina. Ekspor dari pelabuhan –pelabuhan di Jawa terdiri atas hasil bumi dan
hutan Pulau Jawa sendiri dan dari Pulau-pulau yang lain, terutama dari
Kaliimantan dan Indonesian bagian timur. Komoditas ekspor itu anatara lain
garam yang di hasilkan dipantai utara Pulau Jawa, terutama didaerah Kembang dan
Tuban , kain Katun dan Kapuk, Sutra tipis dan Sutra kuning, damas, kain brokat
berwarna-warni, kulit penyu, pinang, pisang raja, gula tebu, kemukus, cula
badak, mutiara, belerang, gaharu, kayu sepang, kayu cendana.,cengkeh, pala,
marica, dammar, kapur barus dan lain-lainnya.
F.
Runtuhnya Kerajaan Medang Kumalang
Hancurnya Kerajaan Mataram Kuno dipicu permusuhan
antara Jawa dan Sumatra yang dimulai saat pengusiaran Balaputradewa oleh Rakai
Pikatan. Balaputradewa yang kemudian menjadi Raka Sriwijaya menyimpan dendam
terhadap Rakai Pikatan. Perselisihan antara kedua raja ini berkembang menjadi
permusuhan turun-temurun pada generasi selanjutnya. Selain itu, Medang dan
Sriwijaya juga bersaing untuk menguasai lalu lintas perdagangan di Asia
Tenggara.
Rasa permusuhan Wangsa Sailendra terhadap Jawa terus
berlanjut bahkan ketika Wangsa Isana berkuasa. Sewaktu Mpu Sindok memulai
periode Jawa Timur, pasukan Sriwijaya datang menyerangnya. Pertempuran terjadi
di daerah Anjukladang (sekarang Nganjuk, Jawa Timur) yang dimenangkan oleh
pihak Mpu Sindok.
Runtuhnya Kerajaan Mataram ketika Raja Dharmawangsa
Teguh yang merupakan cicit Mpu Sindok memimpin. Waktu itu permusuhan antara
Mataram Kuno dan Sriwijaya sedang memanas. Tercatat Sriwijaya pernah menggempur
Mataram Kuno tetapi pertempuran tersebut dimenangkan oleh Dharmawangsa.
Dharmawangsa juga pernah melayangkan serangan ke ibu kota Sriwijaya. Pada tahun
1006 (atau 1016) Dharmawangsa lengah. Ketika ia mengadakan pesta perkawinan
putrinya, istana Medang di Wwatan diserbu oleh Aji Wurawari dari Lwaram yang
diperkirakan sebagai sekutu Kerajaan Sriwijaya. Dalam peristiwa tersebut,
Dharmawangsa tewas.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada kerajaan di Jawa Tengah, Raja Wawa (924-929) serta merta tampil sebagai penguasa di jawa tengah, dibantu oleh pati
sekaligus menantunya, Mpu Sindok, sangat toleran terhadap pemeluk agama Budha
Mahayana ,serta Sang Hyang Kamahaniyanikan berhasil digubah kedalam Bahasa Jawa
Kuno dari Bahasa Sanksekerta. Runtuhnya kerajaan Medang di akibatkan kerajaan Sriwijaya dibantu Raja
Wurawuri dari semenanjung Melayu membalas serangan Dharmawangsa Teguh(1016).
Bukti-bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah
dan Jawa Timur, Kerajaan Mataram/Medang juga membangun banyak candi, baik itu
yang bercorak Hindu maupun Buddha. Didalam prasasti Sangguran disebut sima kajurugusalyan di Mananjung, karena
ada jabatan juru gusali, yaitu ketua para pandai besi, didalam prasasti
Balingawan disebut sima kamulan. Didalam kerajaan Mataram secara khusus menganut suatu landasan kosmogonis
yaitu kepercayaan akan arus adanya suatu keserasian antara dunia manusia ini (mikrokosmos)
dengan alam semesta (mikrokosmos).
B.
Saran-saran
1. Kami minta
maaf pada pembaca bila isi makalah kami kurang jelas.
2. Agar kita
pahami sebab perpindahan Kerajaan Medang lebih luas kita harus membaca lebih
banyak.
3. Supaya lebih
banyak tahu tentang Kerajaan Medang kita harus banyak bertanya.
DAFTAR PUSTAKA
A.R.Abu
Djahri.2004.Silsilah Raja-raja di Indinesia.Solo:Kraton Surakarta
F.D.K.BOSCH.
1952. Crivijaya, De Ceilendra en De Sajayavamca. Djakarta: Bratara
Marwati
Poesponegoro & Nugroho Notosusanto. 1990. Sejarah Nasional
Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka
Purwadi.
2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
Pranoedjoe
Poespaningrat.2008.Kisah Para Leluhur dan yang Diluhurkan dari Mataram Kuno
sampai Mataram Baru.Jakarta:Puslitbang
R.Ng. Poerbatjaraa.1952.Riwayat
Indonesia I. Djakarta : Jajasan Pembangunan
https://notemuza.blogspot.com/2020/04/makalah-sejarah-indonesia-tentang_23.html, (Dikuti 23 April 2020)
https://notemuza.blogspot.com/2020/04/makalah-sejarah-indonesia-tentang_23.html, (Dikuti 23 April 2020)
No comments:
Post a Comment