MAKALAH
"DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)"
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
KELOMPOK ....
1. .........................................
2. .........................................
3. .........................................
4. .........................................
5. .........................................
SMA/SMK ..........................................................
TAHUN AJARAN 20.... - 20....
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Kemudian
shalawat besertakan salam kita sampaikan kepada junjungan alam kita Nabi
Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari alam kebodohan kealam yang penuh
dengan ilmu pengetahuan seperti apa yang telah kita rasakan pada saat sekarang
ini, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang bertemakan “Daerah
Aliran Sungai”.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih
banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi. Mengingat akan
kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu dengan hati terbuka penulis menerima
kritik dan saran dari semua pihak dengan harapan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu
dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada dosen/guru yang telah memberikan
tugas dan petunjuk kapada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
ini.
Palembang, Maret 2023
Penulis
.................................
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1.2
Rumusan Masalah
1.3
Tujuan Penulisan
BAB II TINJAUN PUSTAKA
2.1
Daerah Aliran Sungai (DAS)
2.2
Konsep Dasar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)
2.3
Karakteristik DAS
2.4
Inovasi Teknologi
2.5
Sistem Drainase
BAB III KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Merupakan
suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan sungai dan anak-anak
sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang
berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di
darat merupakan pemisah topografi dan batas laut sampai dengan daerah perairan
yang masih terpengaruh aktivitas daratan (UU No 7 tahun 2004). Peraturan
Pemerintah No 37 tahun 2012 menyatakan bahwa pengelolaan DAS merupakan upaya
manusia dalam mengatur hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan
manusia di dalam DAS dan segala aktifitasnya, agar terwujud kelestarian dan
keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi
manusia secara berkelanjutan. Pengelolaan DAS bertujuan untuk mencegah
kerusakan dan memperbaiki yang rusak pada DAS.
Faktor
manusia dan faktor alam merupakan faktor yang mempengaruhi kerusakan DAS.
Faktor alam merupakan faktor yang disebabkan oleh alam, dapat berupa terjadinya
bencana alam seperti gunung meletus dan tanah longsor, sedangkan faktor manusia
merupakan faktor yang berasal dari manusia, manusia merupakan faktor yang
sangat berpengaruh terhadap ekosistem DAS. Kegiatankegiatan manusia dalam
memanfaatkan lahan DAS seringkali melampaui batas. Kegiatan–kegiatan manusia
yang dapat mengganggu fungsi DAS adalah penebangan pohon yang berlebihan atau
penggundulan hutan, pembangunan pemukiman, alih fungsi lahan hutan menjadi
lahan perkebunan dan lahan pertanian. Pertumbuhan jumlah penduduk juga
mempengaruhi penggunaan lahan. Pertumbuhan penduduk yang semakin hari semakin
meningkat menyebabkan meningkatnya kebutuhan lahan sebagai sarana bermukim.
Ketika
kejadian banjir di suatu wilayah DAS meningkat secara luas yang menimbulkan
kerugian sosial dan ekonomi, hal ini sering kali dianggap sebagai satu hal
buruk yang disebut sebagai bencana alam. Hal ini dapat diindikasikan sebagai
ketidakmampuan ekosistem dalam memberikan layanan lingkungan sebagai akibat
telah terjadi degradasi fungsi lingkungan dan daya dukung DAS (Paimin,
Sukresno, & Purwanto, 2010; Lyytimäki, Petersen, Normander, & Bezák,
2008; Papaioannou, Vasiliades, & Loukas, 2015). Banjir hakekatnya merupakan
salah satu kondisi hidrologi hasil luaran dari suatu DAS yang juga menjadi
karakteristik DAS tersebut (Paimin et al., 2010; Paimin, Pramono, Purwanto,
& Indrawati, 2012). Banjir bersifat sebagai karakteristik alami DAS
manakala hanya dipengaruhi oleh faktor alami DAS, namun dapat bersifat sebagai
karakteristik aktual DAS ketika dipengaruhi oleh faktor alami dan faktor
manajemen (Paimin et al., 2010).
Kebutuhan
akan lahan sebagai sarana bermukim penduduk menjadi kebutuhan yang vital untuk
saat ini. Kegiatan pembangunan yang dilakukan manusia seringkali tidak
memperhatikan 2 daya dukung lingkungan, sehingga mengakibatkan degradasi lahan,
dan menurunkan kondisi fisik lahan tersebut, disisi lain sumber daya alam utama
yaitu tanah dan air keduanya tersebut mudah mengalami kerusakan atau degradasi.
Lahan kritis dapat didefinisikan sebagai lahan yang telah mengalami kerusakan,
sehingga berkurang fungsinya baik fungsi tata air dan fungsi produksinya pada
sampai batas yang ditentukan sehingga tanaman tidak mendapat cukup air dan
unsur hara. Lahan kritis ditandai oleh rusaknya struktur tanah serta menurunnya
kualitas dan kuantitas bahan organik. Dalam pengelolaan lahan, lahan perlu
dikelola dengan teknologi konservasi yang benar untuk menjaga agar lahan
terlindungi dari erosi, erosi bukan hanya merusak tanah namun juga dapat
merusak tata air dalam daerah aliran sungai yang dapat menyebabkan lahan kritis.
Kondisi ekosistem DAS merupakan salah satu isu nasional dalam beberapa tahun
terakhir. Hal ini dikarenakan salah satu variabel terjadinya banjir adalah
kondisi DAS yang kritis. Pentingnya DAS sebagai satu unit perencanaan dan
pengelolaan sumber daya alam yang telah diterima oleh berbagai pihak baik di
tingkat nasional maupun tingkat regional, merupakan kesatuan ekosistem yang
mencangkup hubungan timbal balik sumberdaya alam dan lingkungan DAS dengan
kegiatan manusia guna kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. DAS
Bagian hulu cenderung memiliki tingkat kerawanan akan terjadinya kekritisan
lahan, mengingat wilayah yang memiliki kemiringan lereng lebih besar dari 8%
yang cenderung miring hingga curam akan memungkinkan terjadinya erosi dan menurunkan
tingkat kesuburan tanah karena material unsur hara yang hilang oleh air.
1.2 Rumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang diatas makalah rumusan masalah
dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Apa
Konsep Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)
2.
Siapa-siapa
Pihak yang Terlibat dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)
3.
Apa
Peranan dari Pihak-pihak yang Terlibat dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(DAS)
1.3 Tujuan
Adapun
tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah :
1. Mengetahui
Konsep-konsep Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
2. Mengetahui
Karakteristik Aliran Sungai
3. Mengetahui Pihak Yang
terlibata dalam DAS
4. Mengatahui Pihak yang Terlibat dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Daerah
Aliran Sungai (DAS)
Daerah
Aliran Sungai disingkat DAS ialah suatu kawasan yang dibatasi oleh titiktitik
tinggi di mana air yang berasal dari air hujan yang jatuh, terkumpul dalam
kawasan tersebut.Guna dari DAS adalah menerima, menyimpan, dan mengalirkan
airhujan yang jatuh di atasnya melalui sungai. Air hujan yang dapat mencapai
permukaan tanah, sebagian akan masuk (terserap) ke dalam tanah (infiltrasi),
sedangkan air yang tidak terserap ke dalam tanah akan tertampung sementara
dalam cekungan-cekungan permukaan tanah (surface detention) untuk kemudian
mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah (runoff), untuk
selanjutnya masuk ke sungai. Air infiltrasi akan tertahan di dalam tanah oleh
gaya kapiler yang selanjutnya akan membentuk kelembaban tanah. Apabila tingkat
kelembaban air tanah telah cukup jenuh maka air hujan yang baru masuk ke dalam
tanah akan bergerak secara lateral (horizontal) untuk selanjutnya pada tempat
tertentu akan keluar lagi ke permukaan tanah (subsurface flow) yang kemudian
akan mengalir ke sungai. Batas wilayah DAS diukur dengan cara menghubungkan
titik-titik tertinggi di antara wilayah aliran sungai yang satu dengan yang
lain.
2.2
Konsep
Dasar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai (DAS) secara Terpadu merupakan sebuah pendekatan holistik
dalam mengelola sumberdaya alam yang bertujuan untuk meningkatkan kehidupan
masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam secara berkesinambungan. Di daerah
dataran tinggi curah hujan yang jatuh akan mengalir dan berkumpul pada beberapa
parit, anak sungai, dan kemudian menuju ke sebuah sungai. Keseluruhan daerah
yang menyediakan air bagi anak sungai dan sungai-sungai tersebut merupakan
daerah tangkapan air (Catchment area), dikenal sebagai Daerah Aliran
Sungai (DAS).
DAS
merupakan unit hydro-geologis yang meliputi daerah dalam sebuah tempat
penyaluran air. Air hujan yang jatuh di daerah ini mengalir melalui suatu pola
aliran permukaan menuju suatu titik yang disebut outlet aliran
air. Untuk tujuan pengelolaan dan perlindungan, DAS dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu DAS bagian hulu, DAS bagian tengah dan DAS bagian hilir.
Daerah hulu merupakan daerah yang berada dekat dengan aliran sungai yang
merupakan tempat tertinggi dalam suatu DAS, sedangkan daerah hilir adalah
daerah yang dekat dengan jalan ke luar air bagi setiap DAS dan daerah tengah
adalah daerah yang terletak di antara daerah hulu dan daerah hilir.
DAS
memiliki aspek sosial yang kompleks. Sebagian penduduk yang memiliki tanah di
DAS atau yang bergantung pada sumber DAS tidak tinggal di dalam DAS tersebut.
Dengan kata lain ada petani yang tinggal di luar DAS, yang merupakan pemilik
lahan pertanian yang terletak dalam suatu DAS atau penduduk yang memanfaatkan
sumber daya alam ini. Ada petani yang tidak memiliki lahan garapan, dan ada
petani yang memiliki lahan di beberapa DAS. Aspek sosial ini sangat
berperan dalam pembentukan sebuah lembaga yang mengelola program DAS. Oleh
karena itu, kompleksitas ini sangat penting untuk dipahami sebelum sebuah
lembaga terbentuk
2.3 Karakteristik DAS
Karakteristik
DAS sangat penting untuk diketahui dalam pengelolaan DAS. Hasil karakterisasi
tersebut digunakan untuk melakukan diagnosis (identifikasi) dengan hasil berupa
tingkat kerentanan dan potensi yang kemudian dipakai sebagai dasar klasifikasi
DAS dan penyusunan perencanaan pengelolaan DAS (Paimin et al., 2012). Prediksi
keadaan banjir menjadi salah satu karakter yang perlu diketahui untuk
mengetahui respon hidrologi DAS yang terkait kuantitas dan kontinuitas hasil
air (Paimin et al., 2010; Chang, 2009). Oleh karenanya dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 37 tahun 2012 banjir dimasukkan dalam sub kriteria
karakteristik DAS untuk menentukan klasifikasi DAS apakah termasuk DAS yang
dipulihkan atau dipertahankan (Pemerintah Republik Indonesia, 2012).
Dengan
mengetahui sifat atau karakteristik suatu DAS, maka pengelolaan DAS akan lebih
terarah, efektif dan efisien. Untuk mengetahui karakteristik DAS tersebut dapat
dilakukan dengan analisis Tipologi DAS. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat
Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional (2002), tipologi diartikan sebagai ilmu
watak tentang bagian manusia dalam golongan-golongan menurut corak watak
masing-masing. Pengertian tipologi tersebut diaplikasikan dalam pengelolaan
DAS, terutama tipologi banjir, sebagai karakteristik DAS yang menunjukkan sifat
rentan dan potensi suatu DAS terhadap banjir, baik kerentanan terhadap pasokan
air banjir maupun kerentanan daerah kebanjiran (Paimin et al., 2012).
Informasi
ataupun peta areal yang rentan terhadap banjir adalah penting digunakan untuk
memonitor dan mengurangi resiko pencegahan dan penanggulangan terjadinya banjir
(Ho, Yamaguchi, & Umitsu, 2013). Dengan mengetahui tingkat kerentanan
pasokan air banjir dapat digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki daerah
tangkapan air terutama bagian hulu DAS. Dengan diketahui daerah rentan bencana
banjir atau kebanjiran maka akan diperoleh pedoman untuk merencanakan dan
menerapkan teknik penanggulangan banjir di bagian hilir, seperti tanggul dan
polder. Selain hal tersebut, peta daerah rawan kebanjiran juga dapat
dipergunakan sebagai dasar dalam melakukan peringatan dini sehingga dampak
bencana banjir dapat diperkecil. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi
daerah-daerah yang rentan kebanjiran dan tingkat kerentanan pasokan air banjir
di DAS Musi sebagai dasar untuk mitigasi bencana banjir.
2.4
Inovasi
Teknologi
Pengolahan
Sampah Terpadu Sampah adalah kumpulan berbagai material buangan yang merupakan
sisa proses dan kegiatan kehidupan manusia. Saat ini, penanganan sampah masih
sebatas pada penanganan yang konvensional yaitu sampah dibuang di Sungai
Cikapundung, secara terbuka, untuk dibiarkan membusuk dengan sendirinya.
Akibatnya, sampah tersebut menjadikan sumber polusi udara karena baunya, dan
polusi air yang dikarenakan penanganan air lindinya (leacheate) kurang bagus
sehingga meresap kemana-mana, serta menjadi penyebab terjadinya wabah penyakit
dan juga sebagai salah satu penyebab terjadinya banjir. Inilah salah satu
bentuk masalah yang ditimbulkan apabila sampah tersebut tidak ditangani segera
dan secara sistematis, yang mencakup: Tempat penumpukan sampah yang datang,
sortasi, composting, Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), dan Incinerator
(KNRT, 2010).
Reboisasi
dan Penghijauan Laju peresapan air ke dalam tanah sangat dipengaruhi oleh
tingkat kelebatan vegetasi pada tanah tersebut. Oleh sebab itu, vegetasi pada
kawasan hutan harus dijaga dengan cara reboisasi pada kawasan hutan yang gundul
serta pencegahan pembalakan pada hutan yang telah lebat. Pada kawasan
perkebunan serta lahanlahan kosong lainnya dilakukan penghijauan sehingga
peresapan air ke dalam tanah dapat berlangsung optimal. Penghijauan adalah
suatu kegiatan yang mengandung dua tujuan pokok yang saling berkaitan erat
(Notohadiprawiro, 1981), yaitu: (1) Memasukkan gatra ekologi atau pelestarian
lingkungan dalam usahatani dan dalam membina daerah pemukiman; dan (2)
Meningkatkan produktivitas usahatani dan pekarangan serta membuat nyaman
lingkungan tempat tinggal. Oleh karena itu, penghijauan merupakan unsur tata
guna lahan, serta berciri tempat dan waktu. Hakekat penghijauan adalah metode
biologi untuk pembenahan tata guna lahan. Metode mekanik yang sering disertakan
dalam penghijauan, yaitu penyengkedan dan pengundakan lereng, sderta pembuatan
saluran pembuang air turah dari aliran permukaan, merupakan usaha pendukung
atau pelenglap. Penghijauan dengan menggunakan konsep ”agroforestry”, yaitu
sistem pengelolaan lahan yang mantap yang mampu meningkatkan hasil panen dengan
jalan menggabungkan penghasilana pertanaman, termasuk tanaman pohon, dan ternak
pada sebidang lahan yang sama dan pengelolaannya selaras dengan kebiasaan yang
dikerjakan oleh penduduk setempat.
2.5
Sistem
Drainase
Menurut
Abdeldayem (2005) drainase adalah suatu proses alami, yangdiadaptasikan manusia
untuk tujuan mereka sendiri, mengarahkan air dalam ruangdan waktu dengan
memanipulasi ketinggian muka air. Sedangkan menurut Suhardjono (2013) drainase
adalah suatu tindakan untuk mengurangi air yang berlebih, baik itu air
permukaan maupun air bawah permukaan.Air berlebih yang umumnya berupa genangan
disebut dengan banjir.
Sistem
jaringan drainase merupakan bagian dari infrastruktur pada suatu kawasan,
drainase masuk pada kelompok infrastruktur air pada pengelompokkan
infrastruktur wilayah, selain itu ada kelompok jalan, kelompok sarana
transportasi, kelompok pengelolaan limbah, kelompok bangunan kota, kelompok
energi dan kelompok telekomunikasi (Suripin, 2004). Air hujan yang jatuh di
suatu kawasan perlu dialirkan atau dibuang, caranya dengan pembuatan saluran
yang dapat menampung air hujan yang mengalir di permukaan tanah tersebut.Sistem
saluran di atas selanjutnya dialirkan ke sistem yang lebih besar.Sistem yang
paling kecil juga dihubungkan dengan saluran rumah tangga dan sistem saluran
bangunan infrastruktur lainnya, sehingga apabila cukup banyak limbah cair yang
berada dalam saluran tersebut perlu diolah (treatment). Seluruh proses tersebut
di atas yang disebut dengan sistem drainase (Kodoatie, 2003)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengelolaan DAS terpadu
mengandung pengertian bahwa unsur-unsur atau aspek-aspek yang menyangkut
kinerja DAS dapat dikelola dengan optimal sehingga terjadi sinergi positif yang
akan meningkatkan kinerja DAS dalam menghasilkan output, sementara itu
karakteristik yang saling bertentangan yang dapat melemahkan kinerja DAS
dapat ditekan sehingga tidak merugikan kinerja DAS secara keseluruhan.
3.2 Saran
Demikian pemaparan makalah yang berjudul “Daerah Aliran Sungai” ini oleh penulis. Penulis sadar masih ada
kekurangan dalam penulisannya. Untuk itu, penulis berharap kepada pembaca
bersedia memberikan saran maupun kritik kepada penulis mengenai makalah ini.
Meskipun demikian, penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Abdeldayem, S. 2005. Agricultural
Drainage : Towards an Integrated Approach, Irrigation and Drainage Systems.
19:71-87
Budiman
RA. 2013. Partisipasi
dan Persepsi Masyarakat
dalam Upaya Menjaga Mengelola Lingkungan Hidup dan Mempertahankan Predikat
Kota Bersih. Jurnal
Ilmu Lingkungan. Tanjung
Pinang Kepulauan Riau
Ho, L. T. K., Yamaguchi, Y., &
Umitsu, M. (2013). Delineation of small-scale landforms relative to flood
inundation in the western Red River delata, northern Vietnam using remotely
sensed data. Natural Hazards, 69(1), 905–917. Indonesia, P. R.
Kodoatie, Robert J., 2003, Manajemen dan
Rekayasa Infrastruktur, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Notohadiprawiro, T. 1981. Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai dan Program Penghijauan. Makalah disampaikan pada Kuliah
Penataran Perencanaan Pembangunan Perdesaan dan Pertanian. Yogyakarta: Fakultas
Pertanian. Universitas Gadjah Mada.
KNRT. 2010. Seratus Inovasi Indonesia.
Jakarta: Kementrian Negara Riset dan Teknologi.
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan
yang Berkelanjutan. ANDI Offset Yogyakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 37 Tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Pub. L. No. 5292 (2012).
Republik Indonesia
Paimin, Pramono, I. B., Purwanto, &
Indrawati, D. R. (2012). Sistem perencanaan pengelolaan daerah aliran sungai.
(H. Santoso & Pratiwi, Eds.). Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Konservasi dan Rehabilitasi.
Paimin, Sukresno, & Purwanto.
(2010). Sidik cepat degradasi sub daerah aliran sungai. (A. N. Gintings, Ed.)
(2nd ed.). Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan
Rehabilitasi.
No comments:
Post a Comment