MAKALAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
“MENINGKATKAN DERAJAT KELUARGA MELALUI MAWARIS”
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
KELOMPOK ....
1. .........................................
2. .........................................
3. .........................................
4. .........................................
5. .........................................
SMA/SMK ..........................................................
TAHUN AJARAN 20.... - 20....
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan
makalah ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Tidak lupa kami
sampaikan terima kasih diantaranya kepada :
1.
Selaku
guru Pendididikan Agama Islam
2.
Semua
anggota kelompok yang telah membantu penyusunan makalah ini
Selanjutnya demi kesempurnaan penulis dalam
menyelesaikan makalah, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua
pihak sehingga dapat menyelesaikan dengan baik dan sempurna. Mudah-mudahan
dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan bagi semua pihak sehingga
dapat memetik isi yang terkandung di dalamnya.
Palembang, .............................. 20....
Penulis
(.........................................)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Makalah
BAB II : PEMBAHASAN
A. Mawaris
1. Pengertian Mawaris
2. Hukum Mempelajari Dan Mengajarkan Ilmu Faraidh Serta Kepentingannya Dalam Pembinaan Keluarga
3. Rukun Pewarisan
B. Sebab-sebab Memperoleh Warisan
C. Halangan Waris-Mewarisi
D. Ahli Waris dan
Bagian-bagiannya
E. Ketentuan Bagian
F.
Metode Pembagian Harta Warisan dan Contoh-Contohnya
G. Al-Aul. Ar-Radd,
dan Cara Pembegian Sisa Harta
H. Masalah Kewarisan dan
Pemecahannya
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diantara
aturan yang mengatur hubungan sesama manusia yang ditetapkan Allah Swt adalah
aturan tentang harta warisan, yaitu harta dan pemilikan yang timbul sebagai
akibat dari suatu kematian. Harta yang ditinggalkan oleh seorang yang meninggal
dunia memerlukan pengaturan tentang siapa yang berhak menerimanya, berapa
jumlahnya, dan bagaimana cara mendapatkannya.
Aturan
tentang waris tersebut ditetapkan oleh Allah Swt melalui firmannya yang
terdapat dalam Al-Qur’an, terutama surah an-nisa’ ayat 7, 8, 11, 12, dan 176. Pada
dasarnya ketentuan Allah Swt yang berkenaan dengan warisan telah jelas maksud,
arah dan tujuannya. Hukum kewarisan islam atau yang juga dikenal The Islamic
Law of Inheritance mempunyai karakteristik tersendiri jika dibandingkan dengan
sistem hukum lainnya.
Ditinjau
dari perspektif sejarah, implementasi hukum kewarisan islam pada zaman
penjajahan belanda ternyata tidak berkembang, bahkan secara politis posisinya
dikalahkan oleh sistem kewarisan hukum adat. Pada masa itu diintrodusir teori
persepsi yang bertujuan untuk mengangkat hukum kewarisan adat dan menyisihkan
penggunaan hukum kewarisan islam.
B.
Rumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang diatas maka, rumusan masalah dari makalah ini
adalah sebagai berikut:
1.
Apa pengertian mawaris dan bagaimana hukum mawaris?
2.
Apa saja rukun, sebab-sebab dan penghilang-penghalang kewarisan?
3.
Apa saja macam-macam ahli waris dan bagian-bagiannya?
4.
Bagaimana metode pembagian harta warisan dan contoh-contohnya?
5.
Apa saja masalah kewarisan dan bagaimana pemecahannya?
C.
Tujuan Makalah
Dari rumusan masalah diatas maka tujuan pembuatan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui pengertian mawaris dan bagaimana hukum
mawaris.
2.
Untuk mengetahui rukun, sebab-sebab dan penghilang-penghalang
kewarisan.
3.
Untuk mengetahui macam-macam ahli waris dan
bagian-bagiannya.
4.
Untuk mengetahui metode pembagian harta warisan dan
contoh-contohnya.
5.
Untuk mengetahui masalah kewarisan dan bagaimana pemecahannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Mawaris
1. Pengertian Mawaris
Dari segi bahasa mawaris مﻮٲريٽ
merupakan bentuk jamak dari mirats ميرٲٽ artinya harta yang diwariskan. Dari
segi istilah, mawarits adalah ilmu tentang pembagian harta peninggalan setelah
seseorang meninggal dunia. Ilmu Mawaris merupakan padanan dari Ilmu Faraidh. Dengan kata lain, Ilmu
Mawaris disebut juga Ilmu Faraidh.
Faraidh dari segi bahasa, merupakan bentuk jamak dari kata faraidhah, artinya
ketentuan, bagian atau ukuran. Dari segi istilah, faraidh adalah ilmu tentang
bagaimana membagi harta peninggalan seseorang setelah ia meninggal dunia. Dalam
kaitannya dengan bagian adalah bagaimana membagi dan berapa bagian
masing-masing ahli waris, menurut ketentuan syara’. Dengan kata lain dapat
dirumuskan definisi Ilmu Mawaris atau Ilmu Faraidh adalah ilmu yang mempelajari
tentang ketentuan-ketentuan pembagian harta pusaka bagi ahli waris menurut
hukum islam. Orang yang meninggal dunia disebut al-mawarritsun atau Muwaris.
Ahli warisnya disebut al-warisun atau Waris dan harta peninggalan/pusakanya
disebut al-mirats atau Mirats.
2. Hukum Mempelajari dan Mengajarkan Ilmu Faraidh Serta Kepentingannya Dalam Pembinaan
Keluarga
Kita dituntut untuk
menyelenggarakan ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat. Penyebab tidak
terdapatnya ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat sangat banyak, salah
satu diantaranya adalah perebutan harta warisan antara ahli waris. Terjadinya
perebutan harta warisan tersebut disebabkan karena kerusakan moral mereka, atau
karena kebodohan mereka.
Tujuan adanya ilmu faraidh
adalah untuk menjaga agar satu sama lain tidak berebut dan bertengkar, agar
dapat melaksanakan pembagian harta warisan kepada ahli waris yang berhak
menerimanya sesuai dengan ketentuan syariat islam, agar dapat diketahui secara
jelas siapa orang yang berhak menerima harta warisan dan berapa bagian masing-masing.
Oleh karena itu, mempelajari hukum faraidh atau ilmu mawaris merupakan fardu
kifayah. Kita sebagai umat islam wajib mengetahui tentang ketentuan-ketentuan
yang ditetapkan oleh Allah Swt dalam hal yang berkaitan dengan ilmu faraidh
atau ilmu mawaris tersebut.
3. Rukun Pewarisan
a. Muwaris, yaitu orang yang meninggal dunia atau orang yang meninggalkan
harta kepada orang-orang yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat islam.
b. Waris, yaitu orang yang berhak menerima harta peninggalan dari Muwarits
karena sebab-sebab tertentu. Waris disebut juga dengan Ahli Waris.
c. Mirats, yaitu harta yang ditinggalkan oleh muwaris yang akan dibagikan
kepada orang-orang yang berhak menerimanya (ahli waris). Mirats itu
bermacam-macam harta, misalnya tanah, rumah, uang, kendaraan, dan lain
sebagainya.
B.
Sebab-Sebab Memperoleh
Warisan
Adapun
sebab-sebab seseorang dapat mewarisi orang yang meninggal itu adalah karena :
1.
Hubungan nasab (keturunan)/ pertalian darah (nasab haqiqi) seperti :
anak, bapak, ibu dll
2.
Hubungan nikah (perkawinan) yang sah (persemendaan) seperti : suami,
istri
3.
Hubungan wala (kemerdekaan budak) (nasab hukmi)
4.
Hubungan agama
Kalau
seseorang tidak mempunyai ahli waris, maka harta peninggalannya diserahkan
kepada kepada Bait Al-Mal untuk kepentingan umat islam. Sabda Nabi sebagai
berikut :
“Saya menjadi ahli waris
dari orang yang tidak mempunyai ahli waris”. (H.R. Ahmad dan Abu Daud)
C.
Halangan Waris-Mewaris
(Mawani’ Al-Irtsi)
Adapun
hal-hal yang dapat membatalkan atau menjadi penghalang seseorang untuk
waris-mewarisi adalah karena :
1. Membunuh
Hal ini berdasarkan sabda Nabi :
“Si pembunuh tidak berhak mendapatkan
harta warisan sama sekali”. (H.R. An-Nasai)
2. Murtad (keluar dari agama islam)
Rasulullah SAW bersabda :
“Dari Abu Hurairah, dia berkata,
Rasulullah SAW telah mengutus aku untuk mendatangi seorang laki-laki yang
menikahkan istri ayahnya. Nabi SAW menyuruh aku agar dia kubunuh dan aku bagi
hartanya sebagai harta rampasan sedangkan dia orang yang murtad”.
3.
Kafir atau berbeda agama
4. Yang dimaksud dengan kafir adalah orang yang memeluk agama selain agama
islam. Ketentuan dalam islam mengatakan bahwa dua orang berbeda agama tidak
dapat saling mewarisi. Rasulullah SAW bersabda :
“Orang islam tidak mewarisi orang
kafir demikian juga orang kafir tidak mempusakakan orang islam”. (HR. Jamaah)
5. Berstatus hamba sahaya
Yang dimaksud dengan hamba sahaya
(budak) tidak dapat waris-mewarisi dengan ahli warisnya adalah jika seorang
budak meninggal dunia, maka ayahnya atau ahli warisnya tidak dapat menerima
bagian harta peninggalan budak itu, karena harta budak itu adalah (harta) milik
tuannya. Demikian juga apabila ayah seorang budak atau tuannya meninggal dunia,
maka disebabkan oleh statusnya itu, si budak tidak dapat menerima harta warisan
dari ayah atau tuannya. Allah SWT berfirman :
“…. hamba sahaya tidak berhak atas
sesuatu…” (Q.S An-Nahl : 75)
D.
Ahli Waris dan
Bagian-bagiannya
Ahli
waris adalah orang-orang yang mempunyai hubungan dengan si mayat, baik hubungan
perkawinan, nasab atau memerdekakan budak. Ditinjau dari sebab-sebab
seseorang menjadi ahli waris, maka ahli waris dapat diklasifikasikan menjadi :
1.
Ahli waris sababiyah : orang yang berhak menerima bagian
harta peninggalan/harta warisan karena terjadinya hubungan perkawinan dengan
orang yang meninggal, yaitu suami atau isteri.
2. Ahli waris nasabiyah : orang yang berhak menerima harta
peninggalan/harta warisan karena ada hubungan nasab/pertalian darah atau
keturunan dengan orang yang meninggal dunia. Ahli waris nasabiyah dibagi
menjadi tiga kelompok :
a.
Ushul almayyit adalah bapak-ibu kakek-nenek dan seterusnya sampai ke
atas.
b.
Furu’al mayyit adalah anak-cucu dan seterusnya sampai ke bawah.
c. Al-hawasyis adalah saudara-paman-bibi-serta anak-anak mereka.
Urutan ahli waris laki-laki dan
perempuan
1.
Ahli waris laki-laki (anak laki-laki, cucu laki-laki, bapak, kakek)
2.
Ahli waris perempuan (anak perempuan, cucu perempuan, ibu, nenek)
Ditinjau dari segi bagiannya, dibagi
menjadi tiga macam yaitu :
1.
Ahli Waris Zawil Furud
Ahli waris zawil furud
ialah ahli waris yang bagiannya telah ditentukan banyak sedikitnya, misalnya
sebagai berikut :
a. Suami memperoleh setengah dari harta peninggalan istri jika istri tidak
meninggalkan anak. Apabila istri meninggalkan anak, bagian suami seperempat.
b. Istri mendapatkan seperempat dari peninggalan harta suami jika suami
tidak meninggalkan anak. Apabila suami meninggalkan anak, bagian istri
seperdelapan
2.
Ahli Waris Asabat
Ahli waris asabat ialah
ahli waris yang belum ditentukan besar kecilnya bagian yang diterima, bahkan
kemungkinan asabat tidak memperoleh bagian sama sekali. Hal ini dipengaruhi ahli
waris zawil furud. Asabat dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
a. Asabat binafsih, yaitu ahli waris yang secara otomatis dapat menjadi
asabat, tanpa sebab yang lain. Mereka itu ialah :
1)
Anak laki-laki, cucu laki-laki terus ke bawah garis laki-laki.
2)
Bapak, kakek, terus ke atas garis laki-laki.
3)
Saudara laki-laki sekandung dan sebapak.
4)
Anak saudara laki-laki sekandung atau sebapak.
5)
Paman sekandung dengan bapak atau sebapak saja.
6)
Anak laki-laki paman yang sekandung dengan bapak atau sebapak.
b. Asabat bil gair, yaitu ahli waris yang dapat menjadi asabat apabila
ditarik ahli waris lain. Mereka itu ialah :
1)
Anak perempuan karena ditarik anak laki-laki.
2)
Cucu perempuan karena ditarik cucu laki-laki.
3)
Saudara perempuan sekandung karena ditarik saudara laki-laki sekandung.
4)
Saudara perempuan sebapak karena ditarik saudara laki-laki bapak.
c. Asabat ma’al gair, yaitu ahli waris yang menjadi asabat bersama ahli
waris lainnya. Mereka itu ialah :
1)
Saudara perempuan sekandung (seorang atau lebih) bersama dengan anak
perempuan (seorang atau lebih) atau bersama cucu perempuan (seorang atau lebih).
2)
Saudara perempuan sebapak (seorang atau lebih) bersama dengan anak
perempuan (seorang atau lebih) atau bersama cucu perempuan (seorang atau lebih)
3.
Ahli Waris Zawil Arham
Ahli waris zawil arham
ialah ahli waris yang sudah jauh hubungan kekeluargaannya dengan mayat. Ahli
waris ini tidak mendapat bagian, kecuali karena mendapat pemberian dari zawil
furud dan asabat atau karena tidak ada ahli waris lain (zawil furud dan
asabat).
E.
Ketentuan Bagian (Furudul
Muqadarah)
Furudul
Muqadarah atau ketentuan bagian ahli waris ada beberapa macam. Terkadang
ketentuan itu bisa berubah-ubah karena suatu sebab. Berikut ketentuan-ketentuan
bagian ahli waris dan pembahasannya :
1.
Yang mendapatkan bagian setengah (1/2) adalah :
a.
Anak perempuan tunggal
b.
Cucu perempuan tunggal tunggal dari anak laki-laki.
c.
Saudara perempuan sekandung
d.
Saudara perempuan sebapak (jika sekandung tidak ada).
e.
Suami jika istri yang meninggal tidak mempunyai anak.
2.
Yang mendapat bagian seperempat (1/4) adalah :
a.
Suami jika istri yang meninggal punya anak.
b.
Istri jika suami yang meninggal tidak mempunyai anak
3.
Yang mendapatkan bagian seperdelapan (1/8) adalah :
a.
Istri jika suami yang meninggal mempunyai anak.
4.
Yang mendapatkan bagian dua pertiga (2/3) adalah :
a.
Dua anak perempuan atau lebih jika tidak ada anak laki-laki
b.
Dua cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki jika tidak ada anak
perempuan
c.
Dua saudara perempuan sekandung atau lebih
d.
Dua saudara perempuan atau lebih yang sebapak jika yang sekandung tidak
ada
5.
Yang mendapat bagian sepertiga (1/3) adalah :
a.
Ibu jika yang meninggal tidak mempunyai anak atau saudara perempuan
b.
Dua saudara perempuan atau lebih jika yang meninggal tidak mempunyai
anak atau orang tua
6.
Yang mendapat bagian seperenam (1/6) adalah :
a. Ibu jika ada anak atau cucu dari anak laki-laki, atau tidak ada dua
saudara atau lebih, sekandung atau seibu saja
b. Bapak jika ada anak atau cucu dari anak laki-laki (baik laki-laki maupun
perempuan)
Adapun
yang tergolong ‘Ashabah yaitu yang mendapat bagian sisa harta warisan (menghabisi
semua harta). ‘Ashabah ada tiga macam :
1.
‘Ashabah bi nafsihi
2.
‘Ashabah bi al-ghair
3.
‘Ashabah ma’a al-ghair
F.
Metode Pembagian Harta
Warisan Dan Contoh-Contohnya
Jika
seseorang meninggal dunia, ada kalanya ia meninggalkan keluarga yang family
yang banyak, seperti anak, istri/suami, ayah, ibu, kakek, nenek, saudara,
paman, anak saudara/keponakan, anak paman/sepupu, dan lain-lain. Namun ada
kalanya ia tidak mempunyai ahli waris sama sekali.
Di
samping meninggalkan ahli waris, si mayit biasanya meninggalkan pula
harta-harta warisan (tirkah). Bahkan tidak jarang ada yang meninggalkan hutang.
Agar sepeninggal si mayit tidak menjadikan pertengkaran di antara para ahli
waris dalam pembagian harta warisan, maka Islam mengatur pembagian itu.
Di bawah ini akan dikemukakan beberapa contoh :
1. Si A meninggal dunia. Ia meninggalkan : istri, ayah, ibu, anak
laki-laki, cucu laki-laki, dua orang saudara laki-laki, kakek, nenek, dan
paman. Siapa saja dari mereka itu yang termasuk ahli waris dzawi al-furudh,
‘ashabah, dan yang terhalang ?
Jawab : Sebagaimana yang telah
dijelaskan terdahulu, jika seseorang meninggal dunia, sedangkan semua
kelompok/golongan ahli waris masih ada, maka tidak semuanya menerima pembagian
harta warisan, tetapi ada yang terhalang, tertutup oleh ahli waris yang lebih
dekat.
Mereka yang tidak akan terhalang dan
mesti mendapat bagian adalah : istri, ayah, ibu, anak laki-laki.
a.
Istri mendapat bagian 1/8 karena ada anak
b.
Ayah mendapat bagian 1/6 karena ada anak
c.
Ibu mendapat bagian 1/6 karena ada anak
d.
Anak laki-laki mendapat ‘ashabah (sisa harta)
Selebihnya itu terhalang :
a.
Cucu laki-laki terhalang oleh anak laki-laki
b.
Dua orang saudara laki-laki terhalang oleh anak laki-laki
c.
Kakek terhalang oleh ayah
d.
Nenek terhalang oleh ibu
2. Si B meninggal dunia, ia meninggalkan anak perempuan (seorang) suami,
ayah, ibu, saudara laki-laki kandung, paman dan cucu laki-laki dari anak
laki-laki. Siapa diantara mereka yang mendapat bagian dan berapa bagiannya?
Jawab : Ahli waris yang tidak akan terhalang
oleh siapapun adalah :
a.
Suami, bagiannya ¼ karena ada anak
b. Ayah, bagiannya 1/6 karena ada anak
c.
Ibu, bagiannya 1/6 karena ada anak
d.
Anak perempuan, bagiannya ½
Selain dari mereka yang tersebut di
atas, terhalang :
a.
Saudara laki-laki terhalang oleh anak
b.
Paman terhalang oleh anak dan ayah
c.
Cucu laki-laki terhalang oleh anak
3. Seorang meninggal dunia. Ahli warisnya istri, tiga orang anak perempuan,
dan dua orang anak laki-laki. Berapa bagian masing-masing?
Jawab :
a. Istri mendapat 1/8 karena ada anak
b. Tiga orang anak perempuan dan dua orang anak laki-laki mendapat ‘ashabah,
bagian anak laki-laki dua kali bagian anak perempuan
4. Ahmad meninggal dunia,
meninggalkan seorang istri, anak laki-laki, dan ayah. Harta peninggalannya
sebasar Rp. 9.600.000,-. Berapa bagian masing-masing?
Jawab :
a.
Istri bagiannya 1/8 karena ada anak laki-laki
b.
Anak laki-laki mendapat ‘ashabah
c.
Ayah bagiannya 1/6 karena ada anak laki-laki
Pembagiannya :
a.
Istri 1/8 = 3/24 x Rp. 9.600.000,- = Rp. 1.200.000,-
b.
Ayah 1/6 = 4/24 x Rp. 9.600.000,- = Rp. 1.600.000,-
c.
Anak (‘ashabah) = 24/24 – 7/24 x Rp. 9.600.000,- = Rp. 6.800.000,-
5.
Mahmud meninggal dunia, meninggalkan 4 orang istri dan kakek. Harta
peninggalannya Rp. 80.000.000,-. Berapa bagian masing-masing?
Jawab :
a. Empat orang istri bagiannya ¼ x Rp. 80.000.000,- = Rp. 20.000.000,-.
Oleh karena itu seorang istri mendapat bagian Rp. 20.000.000,- : 4 = Rp.
5.000.000,-
b. Kakek ‘ashabah = Rp. 80.000.000,- – Rp. 20.000.000,- = Rp. 60.000.000,-
G.
Al-Aul, Ar-Radd dan Cara
Pembagian Sisa Harta
1.
Al-Aul
Aul itu terjadi karena
berkumpulnya beberapa ahli waris zu Fardin yang masing-masing mendapat
prioritas sehingga bagian masing-masing mereka menjadi berkurang tetapi asal
masalahnya menjadi besar. Dengan kata lain aul terjadi apabila jumlah penyebut
lebih kecil daripada pembilang. Misalnya seorang mayat meninggalkan suami dan
dua saudara perempuan sekandung. Bagian masing-masing adalah ½ dan 2/3 harta warisan. Asal
masalahnya (KPT) 6, maka :
suami akan memperoleh ......................................................... ½ x 6 = 3/6
Dua saudara perempuan
sekandung ...................................... 2/3 x 6 = 4/6
Jumlah..................................................................................... = 7/6.
Hal ini cukup menyulitkan,
sebab bila dilaksanakan secara utuh akan menjadi minus (berkurang). Untuk
mengatasi masalah ini ditempuh cara membulatkan menjadi 7 atau KPT dijadikan 7
menjadi 7/7. Dengan demikian hasilnya :
Suami mendapat............................................................................ = 3/7
Dua saudara perempuan
sekandung ............................................. = 4/7
Jumlah ........................................................................................... = 7/7
Jadi aul adalah cara
mengatasi kesulitan pembagian harta warisan, bila terjadi antara asal masalah
yang dilambangkan angka pembilang lebih kecil daripada jumlah penyebutnya.
Pemecahan ini diatasi dengan pembulatan angka pembilangnya.
Contoh: Aul Seseorang meninggal. Ahli
warisnya 3 orang istri, 7 orang anak perempuan, ibu dan ayah. Harga warisan
senilai Rp 2.700.000,-. Berapa rupiah bagian masing-masing?
Pembagiannya adalah :
3 orang istri memperoleh 1/8 harta
pusaka
7 orang anak perempuan memperoleh 2/3
harta pusaka
Ayah memperoleh 1/6 harta pusaka
Ibu memperoleh 1/6 harta pusaka
Asal masalah (KPT) nya adalah 24
Jadi 3 orang istri mendapat.................................. = 1/8x 24 = 3 bagian
7 orang anak perempuan
mendapat..................... = 2/3 x 24 = 16 bagian
Ayah mendapat.................................................... = 1/6 x 24 = 4 bagian
Ibu mendapat....................................................... = 1/6 x 24 = 4 bagian
Jumlah.................................................................. = 27 bagian
Dengan demikian KPT-nya
ditambah dari 24 menjadi 27, supaya bagian mereka masing-masing cukup. Jadi
bagian masing-masing adalah :
3 orang istri................................ = 3/27 x Rp 2.700.000,- =
Rp 300.000,-
7 orang anak perempuan............ = 2/3 x Rp 2.700.000,- = Rp 1.600.000,
Ayah.......................................... = 4/27 x Rp 2.700.000,- =
Rp 400.000,-
Ibu.............................................. = 4/27 x Rp 2.700.000,- =
Rp 400.000,-Jumlah = Rp 2.700.000,-
2.
Ar-Radd
Radd dalam arti bahasa adalah pengembalikan. Dalam arti istilah
mengembalikan sisa harta pusaka kepada ahli waris. Misalnya : Seseorang wafat,
meninggalkan seorang ibu dan anak perempuan. Ibu mendapat 1/6 dan anak
perempuan mendapat ½.
Asal masalah 6
Jadi ibu memperoleh............................................................... = 1/6 x 6 = 1
Anak perempuan memperoleh................................................ = ½ x 6 = 3
Jumlah..................................................................................... = 4
Sisanya 2. Untuk itu kita
kurangkan asal masalahnya dari 6 menjadi 4. Dengan demikian ibu mendapat ¼ dan
anak perempuan mendapat ¾. Demikian mengembalikan sisa harta pusaka kepada ahli
waris fardin itu disebut radd.
Contoh Radd
Ali meninggal. Ahli
warisnya seorang anak perempuan dan ibu. Harta warisan senilai Rp 1.000.000,-.
Berapakah bagian masing-masing?
Pembagiannya adalah :
Anak perempuan memperoleh ½
dari harta pusaka, ibu memperoleh 1/6 dari harta pusaka jadi KPT nya 6
Untuk anak perempuan............................................ = ½ x 6 = 3 bagian
Untuk ibu................................................................. = 1/6 x 6 = 1 bagian
Jumlah...................................................................... = 4 bagian
Sisanya 2 bagian. Sisanya
ini dibagikan kembali kepada anak perempuan dan ibu itu karena tidak ada ahli
waris yang lain dengan cara mengurangan KPT nya dari 6 menjadi 4 sehingga
bagian masing-masing adalah :
Anak perempuan mendapat............ = ¾ x Rp 1.000.000,- = Rp 750.000,-
Ibu mendapat.................................. = ¼ x Rp 1.000.000,- = Rp
250.000,-
Jumlah ............................................ = Rp 1.000.000,-
Cara Pembagian Sisa Harta
Sisa harta dapat dibagi
dengan cara sebagai berikut :
a. Jika yang memperoleh bagian kembali hanya seorang saja, misalnya ibu
saja, maka harta pusaka semuanya diberikan kepadanya. Berarti 1/3 bagian
diperoleh melalui ketentuan dan 2/3 diperoleh melalui pembagian kembali (sisa).
b. Jika yang memperoleh bagian kembali, dua orang atau lebih, sedang
derajat mereka sama seperti beberapa saudara seibu, maka harta dibagi rata
antara mereka. Berarti harta warisan diperoleh dengan jalan ketentuan dan
pembagian kembali (sisa).
c. Jika yang mendapat pembagian sisa terbilang, sedang derajat mereka tidak
sama hendaklah diambil jumlah ketentuan mereka atau persatuannya. Misalnya anak
perempuan memperoleh ½ dan ibu memperoleh 1/6, maka dalam pembagian sisa harta
warisan juga seperti ketentuan tersebut.
Dalam pembagian sisa hasil warisan, sebaiknya kerabat dekat perhatikan
sebagai penyambung keluarga. Lebih-lebih yang miskin dan anak yatim. Sabda Nabi
saw :
“Berikanlah harta pusaka
itu kepada ahlinya menurut ketentuan satu persatuannya, maka sisanya untuk
keluarga yang pria lebih hampir (dekat)”. (H.R. Bukhari dan Muslim).
H. Masalah kewarisan dan Pemecahannya
1.
Masalah Garawain
Pada dasarnya bagian waris seorang ibu jika bersama ayah, mendapat
sepertiga dari semua harta jika tidak ada anak. Hal ini sesuai dengan firman
Allah SWT dalam Al-Qur’an :
“….jika yang meninggal itu
tidak mempunyai anak, maka harta warisannya jatuh kepada kedua orang tuanya,
maka ibunya mendapat sepertiga….” (Q.S. An-Nisa : 11)
Dua masalah ini dinamakan masalah garawin sebagai tasniyah dari lafadz
gara yang artinya dua binatang yang cemerlang. Masalah ini juga disebut dengan
masalah “Umariyah” karena Umar bin Khatab R.A. yang memutuskan kedua masalah
tersebut dan memperoleh dukungan jumhur sahabat. Dalam masalah ini ibu
mendapat 1/3 dari sisa setelah diambil oleh bagian suami atau istri.
Adapun pembagiannya
dilakukan sebagai berikut :
Suami mengambil bagian ½
harta pusaka
Ibu mengambil bagian 1/3
dari sisa, ayah memperoleh ‘ashabah
Jadi suami mendapat ½...................................................................... = 3/6
Ibu mendapat 1/3 dari sisa................................................................. = 1/6
Ayah mendapat asabah...................................................................... = 2/6
Jumlah................................................................................................ = 6/6
2.
Masalah Musyarakah (saudara laki-laki seibu dan seayah)
Jika seseorang meninggal, ahli warisnya terdiri dari :
a.
Suami
b.
Ibu dan nenek perempuan
c.
Saudara seibu dua orang atau lebih
d.
Saudara laki-laki seibu seayah seorang atau lebih
Maka pembagiannya menurut
yang biasa adalah :
Suami memperoleh ½ ........................................................................ = 3/6
Ibu atau nenek perempuan
mendapat 1/6........................................... = 1/6
Saudara seibu dua orang
atau lebih 1/3.............................................. = 2/6
Saudara laki-laki seibu
seayah asabah mendapat
Jumlah ............................................................................................... = 6/6
3.
Masalah Akdariyah
Masalah ini awalnya terjadi pada seorang wanita Bani Akdar. Masalah ini
mengacaukan kaidar yang telah dibuat oleh Zaid bin Sabit yang lebih dahulu, dan
sekaligus menyimpang dari kaidah yang lebih dahulu. Demikian sehingga masalah
ini disebut masalah Akdariyah.
Masalah Akdariyah adalah masalah seorang perempuan meninggal dunia dan
meninggalkan suami, ibu, kakek dan seorang saudara perempuan sekandung. Menurut
kaidah Zaid bin Sabit yang terdahulu adalah menggugurkan kewarisan saudara
perempuan sekandung, karena suami mengambil setengah dan ibu mengambil sepertiga,
sisanya seperenam untuk bagian kakek, dan tidak mungkin kakek bersekutu dengan
saudara perempuan dalam seperenam, karena dalam kondisi bagaimanapun bagian
kakek tidak boleh kurang dari yang telah ditentukan. Oleh karena itu orang yang
telah ditentukan bagiannya menghalangi kewarisan saudara perempuan sekandung,
dan bagi saudara perempuan sekandung tidak memperoleh bagian apa-apa, sesuai
dengan ketentuan kaidah yang telah dijelaskan, sebagaimana pendapat mazhab Abu
Hanifah dan Ahmad bin Hambal.
Tetapi kemudian Zaid bin Sabit menyimpang dari kaidah tersebut, dia
mendapatkan bagian saudara perempuan sekandung seperdua. Asal masalah dari enam
(6) diubah menjadi sembilan (9) kemudian saham saudara perempuan sekandung
disatukan dengan saham kakek. Kedua saham tersebut dibagikan kepada mereka
berdua dengan ketentuan bagian seorang laki-laki dua kali lipat bagian
perempuan. Asal masalah ditashin menjadi 27.
Dengan demikian maka suami memperoleh 9, ibu memperoleh 6, kakek
memperoleh 8 dan saudara perempuan sekandung memperoleh 4. Iman Syafii dan Imam
Maliki mengikuti pendapat ini. Pembagian warisan bagi ahli waris yang
tidak jelas kedudukannya :
a.
Anak dalam kandungan
Anak yang masih dalam kandungan tetap menjadi ahli waris jika ia lahir
dan hidup walaupun hanya sebentar. Namun jika anak tersebut lahir dalam keadaan
tidak bernyawa, maka pusaka yang ditahan untuk bagiannya dan pusaka lain-lain
yang yang ditahan diserahkan kepada ahli waris untuk dibagikan menurut
ketentuan pembagian harta warisan seolah-olah anak yang dalam kandungan tersebut
tidak ada sama sekali.
b.
Bagian bagi banci (Khunsa)
Berdasarkan tanda-tanda yang dimiliki pada seorang banci (khunsa) maka
terkadang dapat dihukumkan sebagai laki-laki dan terkadang dapat dihukumkan
sebagai perempuan. Khunsa yang telah dapat dihukumkan sebagai laki-laki atau
perempuan sesuai tanda-tanda yang dimilikinya disebut khunsa wadih. Sedangkan
ketentuan pusaka yang diterimanya menurut penetapannya sebagai atau perempuan.
Dalam kondisi seperti ini harta pusaka dibagi-bagikan langsung kepada ahli
waris menurut ketentuan masing-masing.
Adapun khunsa yang belum dapat ditetapkan sebagai laki-laki atau perempuan
karena tanda-tandanya belum jelas disebut khunsa musykil.
Adapun khunsa yang belum dapat ditetapkan sebagai laki-laki atau perempuan
karena tanda-tandanya belum jelas disebut khunsa musykil.
Jika para ahli waris terdapat khunsa musykil maka pembagiannya dilakukan
sebagai berikut : Misalnya ahli waris terdiri dari ibu, ayah, seorang anak
perempuan dan seorang cucu (khunsa), maka pembagiannya adalah :
Ibu mendapat 1/6............................................................... = 1/6 bagian
Ayah mendapat 1/6 ........................................................... = 1/6 bagian
Seorang anak perempuan
mendapat ½ ............................. = 3/6 bagian
Seorang cucu (khunsa)
mendapat 1/6................................ = 1/6 bagian
Jumlah................................................................................ = 6/6 bagian
Perempuan khunsa mendapat 1/3 bagian dan anak laki-laki mendapat 2/3.
Dalam keadaan seperti ini bagian yang dapat diberikan kepada ahli waris hanya
bagian yang paling sedikit, yaitu :
Anak (khunsa) mendapat 1/3............................................. = 2/6 bagian
Anak laki-laki mendapat ½................................................ = 3/6 bagian
Sisanya .............................................................................. = 1/6 bagian
Jumlah ............................................................................... = 6/6 bagian
Sisa pusaka 1/6 lagi ditahan sampai khunsa itu dapat ditetapkan atau
dihukumkan sebagai laki-laki atau perempuan. Perlu diketahui bahwa selama
khunsa itu musykil ia tidak dapat menerima pusaka sebagai ayah, ibu, kakek,
nenek, suami dan istri. Ia hanya mungkin menerima pusaka sebagai anak cucu,
saudara, anak saudara bapak, anak saudara bapak dan orang yang memerdekakan.
c.
Orang yang meninggal bersama-sama
Bagi orang yang meninggal bersama-sama atau orang-orang yang tidak dapat
diketahui siapa yang lebih dahulu meninggal, maka mereka tidak dapat saling
mewarisi. Misalnya suami istri mendapat musibah dalam penerbangan atau
pelayaran kemudian keduanya tewas sehingga tidak dapat diketahui siapa yang
lebih dahulu meninggal. Maka antara suami dan istri itu tidak saling mewarisi.
Harta peninggalan suami dibagikan kepada ahli warisnya yang hidup ketika
ia meninggal. Dan harta peninggalan istri dibagikan pula kepada ahli warisnya
yang hidup ketika ia meninggal. Dengan demikian suami tidak memperoleh warisan
dari harta peninggalan istri dan istri tidak memperoleh warisan dari harta
peninggalan suaminya.
d.
Orang yang hilang
Orang yang hilang seperti orang yang tidak diketahui tempat dan
keadaannya, hidup atau matinya. Orang yang hilang dapat terjadi pada orang yang
akan diwarisi dan pada orang yang akan menjadi ahli waris. Jika orang yang akan
diwarisi itu hilang, maka pusakanya ditahan dahulu dan pembagian harta
warisannya tidak boleh dilakukan sampai dapat diketahui atau ditetapkan
kematiannya.
Sedangkan jika orang yang hilang atau akan menjadi ahli waris, maka
peraturan pembagiannya dilakukan terlebih dahulu dengan menganggap orang yang
hilang itu masih hidup dan ia termasuk menjadi ahli waris.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Mawaris
adalah ilmu yang membicarakan tentang cara-cara pembagian harta waris. Ilmu
mawaris disebut juga ilmu faraid. Harta waris ialah harta peninggalan orang meninggal.
Di dalam islam, harta waris disebut juga tirkah yang berarti peninggalan atau
harta yang ditinggal mati oleh pemiliknya.
Di
kalangan tertentu, harta waris disebut juga harta pusaka. Banyak terjadi fitnah
berkenaan dengan harta waris. Terkadang hubungan persaudaraan dapat terputus
karena terjadi persengketaan dalam pembagian harta tersebut. Islam hadir
memberi petunjuk cara pembagian harta waris. Diharapkan dengan petunjuk itu
manusia akan terhindar dari pertikaian sesama ahli waris.
Rukun-rukun
kewarisan ada 3 yaitu :
–
Muwarist(Pewaris)
–
Warist(Ahli waris)
–
Mirats(Harta waris)
Sebab-sebab
seseorang dapat mewarisi adalah adanya hubungan darah/nasab, adanya perkawinan
yang sah, pemerdekaan hamba/wala’ dan hubungan agama. Halangan waris mewarisi
adalah membunuh, murtad atau keluar dari agama Islam, kafir atau berbeda agama
dan berstatus sebagai hamba sahaya.
Ahli waris adalah orang-orang yang berhak mendapat bagian waris dari seseorang
yang meninggal dunia. Mereka itu ada kalanya tergolong dzawi al-furudl, yaitu
ahli waris yang bagiannya sudah ditentukan, dan ada kalanya tergolong ‘ashabah
yaitu yang mendapat bagian sisa harta warisan (menghabisi semua harta).
B.
Saran
Bagi
pembaca setelah membaca makalah ini di harapkan lebih memahami mawaris dalam
kehidupan keluarga maupun orang lain sesuai dengan ajaran islam dimana hukum
memahami mawaris adalah fardhu kifayah.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI.2002.
Fiqih Madrasah Aliyah Kelas III.Jakarta : Dapartemen Agama RI.
Nurul Ngaini, S.Ag,
dkk.2011.Fiqih Untuk Madrasah Tsanawiyah.Surakarta: Khazanah.
https://notemuza.blogspot.com/2023/05/meningkatkan-derajat-keluarga-melalui.html. Dikutip Tanggal 16 Mei 2023
No comments:
Post a Comment