MAKALAH
Pendidikan Kewarganegaraan
“Menyelenggarakan Project Citizen Untuk Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan”
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
KELOMPOK ....
1. .........................................
2. .........................................
3. .........................................
4. .........................................
5. .........................................
SMA/SMK ..........................................................
TAHUN AJARAN 20.... - 20....
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut
nama Allah Subhana Wa Ta’ala yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kepada kami. Sehingga kami dapat
menyelesaikan Makalah Pendidikan Kewarganegaraan yang berjudul “Menyelenggarakan Project Citizen
Untuk Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan” ini dengan sangat baik.
Makalah ini telah
kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga
dapat memperlancar pembuatan Makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini. Serta ucapan terima kasih kepada Ibu Febrianty
S.Pd., M.Pd. dimana atas bimbingan beliau kami dapat menyelesaikan Makalah
ini.
Terlepas dari semua
itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki Makalah
ini.
Akhir kata kami
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat serta referensi
pembelajaran maupun inspirasi terhadap pembaca.
Wassalammu’alaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh
Palembang, ........................ 20.....
Penulis
(..............................................)
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
1.2
RUMUSAN MASALAH
1.3
TUJUAN MAKALAH
BAB II : PEMBAHASAN
BAB III : PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
3.2
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pendidikan merupakan pilar tegaknya bangsa
karena melalui pendidikanlah sebuah bangsa akan mampu menjaga harkat dan
martabat nya. Pendidikan di Indonesia dilaksanakan melalui suatu sistem
pendidikan nasional yang diselenggarakan oleh pemerintah.
Pendidikan dianggap penting bagi bangsa
Indonesia, hal ini dapat ditunjukkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
pada alinea keempat yang berbunyi, “mencerdaskan kehidupan bangsa” dan pada
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 bahwa pendidikan merupakan suatu usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
orang yang belajar dapat aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,
dan negara. Untuk mewujudkan sebagaimana yang telah disebutkan oleh pembukaan
Undang-undang Dasar 1945 dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, maka
diperlukannya suatu tempat atau wadah untuk seseorang yang belajar dan lembaga
pendidikanyang dirasa dapat mewujudkan hal itu semua.
Melakukan model project citizen pada saat
pembelajaran di kelas, dirasa sebagai salah satu solusi bagi pendidik di
universitas karena model ini tidak hanya menekankan kepada bidang kognitif
saja, tetapi bidang afektif dan bidang psikomotor juga dapat dicapai dengan
model project citizen. Model project citizen ini diadaptasi oleh “We the People
… Project Citizen” yaitu sebuah program yang dirancang untuk mengembangkan
minat dan kemampuan peserta didik (Budimansyah, 153:2010). Dengan model project
citizen dapat memberikan pengalaman secara langsung kepada mahasiswa. Sehingga
mahasiswa dapat mempunyai keterampilan abad 21 atau 21st century skills yang
lebih kritis dalam berpikir dan menyelesaikan masalah, mengembangkan
kreativitasnya, melatih kemampuan berkomunikasi dengan orang lain, dan memiliki
kemampuan untuk bekerjasama untuk dapat bersaing. Hal itu diperlukan karena
mahasiswa nantinya akan turun langsung kepada masyarakat sehingga pengetahuan
saja tidak cukup tetapi dengan dibekali sikap dan keterampilan yang mantap
dalam menyelesaikan masalah yang ada dalam masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Dari pemaparan diatas maka rumusan masalah makalah ini adalah Bagaimana menye-lenggarakan project citizen untuk mata kuliah pendidikan kewarganegaraan?
1.3 Tujuan Makalah
Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap.
Kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
BAB II
PEMBAHASAN
Project citizen sendiri pertama kali di
gunakan pada tahun 1992 di California yang kemudian oleh Center For Civic
Education (CCE) dikembangkan dan Konferensi Nasional Badan Pembuat
Undang-undang Negara pada tahun 1995. Menurut Budimansyah (2009: 1), project
citizen adalah salah satu instructional treatment yang berbasis masalah untuk
mengembangkan pengetahuan, kecakapan, dan watak kewarganegaraan demokratis yang
memungkinkan dan mendorong keikutsertaan dalam pemerintahan dan masyarakat
sipil (civil society). Hal tersebut dimaksudkan agar para mahasiswa selaku
generasi muda dapat terdorong untuk dalam mengikuti organisasi yang ada dalam
pemerintahan maupun lingkungan sekitarnya. Dengan diterapkannya model
pembelajaran project citizen ini, diharapkan mahasiswa menjadi aktif dalam
segala kegiatan entah itu dalam kegiatan di organisasi mau pun kegiatan yang
ada dalam lingkungan sekitarnya.
Pendidikan
adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang
yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran,
pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang
lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak. Pendidikan merupakan salah
satu hal terpenting dalam kehidupan sesorang. Pendidikan lah yang menentukan
dan menuntun masa depan dan arah hidup seseorang. Walaupun tidak semua orang
berpendapat seperti itu, namun pendidikan tetaplah menjadi kebutuhan manusia
nomor wahid. Bakat dan keahlian seseorang akan terbentuk dan terasah melalui
pendidikan. Pendidikan juga umumnya dijadikan tolak ukur kualitas setiap orang.
Maka untuk mencapai tujuan pendidikan nasional
tersebut dilaksanakan melalui visi pendidikan nasional, yaitu terwujudnya
sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warganegara Indonesia berkembang menjadi manusia yang
berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu
berubah. Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan nasional mempunyai misi:
1) Mengupayakan
perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi
seluruh rakyat Indonesia;
2) Membantu
dan memfasilitasi dini pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia
sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;
3) Meningkatkan
kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan
pembentukan kepribadian yang bermoral;
4) Meningkatkan
keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan
ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan
standar nasional dan global; dan
5) Memberdayakan
peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
Berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks
Negara Kesatuan RI. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 menyatakan bahwa dalam mencapai
tujuan pendidikan nasional maka dilakukan pengembangan kurikulum yang mengacu
pada standar nasional pendidikan dengan prinsip diversi fikasi sesuai dengan
satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik. Kurikulum disusun sesuai
dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan memperhatikan:
a)
peningkatan
iman dan takwa;
b)
peningkatan
akhlak mulia;
c)
peningkatan
potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d) keragaman potensi daerah dan lingkungan
e)
tuntutan
pembangunan daerah dan nasional;
f)
tuntutan
dunia kerja;
g)
perkembangan
ilmu pengetahuan,teknologi,dan seni;
h)
agama;
i)
dinamika
perkembangan global;dan
j)
persatuan
nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Selanjutnya pada pasal 37 UU Sisdiknas
tersebut juga dinyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah
diantaranya wajib memuat Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan Kewarganegaraan
(civice ducation) di Indonesia merupakan salah satu bidang kajian yang
mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui
koridor “value base deducation”.
Pendidikan berbasis nilai ini berdasarkan
nilai-nilai karakter yang telah mempribadi dan terinternalisasi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yaitu tata nilai adat istiadat,
kesusilaan, norma agama maupun peraturan perundangan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat dan memiliki
nilai-nilai budaya dan agama yang sangat kaya, maka selayaknya dikembangkan
model pendidikan nilai yang mampumemperkokoh dan memperkuat jati diri bangsa
Indonesia. Sebagaimana diungkapkan Sauri (2011) bahwa: “Pendidikan nilai dapat
menjadi sarana ampuh dalam menangkal pengaruh-pengaruh negatif yang terjadi
dalam kehidupan masyarakat global dewasa ini. Sejalan dengan derap laju
pembangunan dan laju perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta arus
reformasi sekarang ini, pendidikan nilai semakin dirasa penting sebagai salah
satu alat pengendali bagi tercapainya tujuan pendidikan nasional secara utuh.
Pendidikan nilai di Indonesia berpijak pada nilai-nilai
keagamaan,nilai demokrasi yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, dan nilai
sosial-kultural yang berBhinneka Tunggal Ika, seperti yang dijelaskan Djahiri (1985:21)
bahwa” pengajaran nilai moral menghendaki lahirnya generasi muda yang memiliki
sejumlah bekal sistem nilai baru yang positif sebagai landasan dan barometer
kehidupan,dan lebih jauh lagi sebagai generasi pelurus dan pembaharu nilai
moral menuju nilai moral yang diinginkan, yaitu nilai moral Pancasila”. Kerangka
sistemik Pendidikan Kewarganegaraan menurut Budimansyah dan Suryadi (2008:180) dibangun
atas dasar paradigma baru sebagai berikut:
1) Secara
kurikuler bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warganegara
lndonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggungjawab.
2) Secara
teoretik memuat dimensi-dimensi kognitif, efektif, dan psikomotorik (civic knowledge,
civic disposition, dan civic skills) yang bersifat konfluen atau saling
berpenetrasi dan terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konsep, dan
moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara.
3) Secara
programatik menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai (content embedding
values) dan pengalaman belajar (learning experiences) dalam bentuk berbagai
perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan
tuntunan hidup bagi warganegara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
sebagai penjabaran lebih lanjut dari ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila,
kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara.
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata
pelajaran yang memiliki fokus pembelajaran pada pembekalan pengetahuan, pembinaan
sikap. Perilaku dan pelatihan keterampilan sebagai warganegara yang demokratis,taat
hukum dalam kehidupan bermasyarakat, mengacu pada kompetensi kewarganegaraan. Untuk
dapat mencapai kompetensi kewarganegaaan tersebut, maka dalam pelaksanaannya
terdapat empat hal yang harus jadi penekanan dalam Pendidikan kewarganegaran, yaitu:
1) Pendidikan
Kewarganegaraan bukan merupakan indoktrinasi politik
2) Pendidikan
Kewarganegaraan mengembangkan state of mind dalam upaya pembentukan karakter warganegara
yang cerdas dan bernalar tinggi
3) Pendidikan
Kewarganegaraan adalah suatu proses pencerdasan dengan menekankan pada latihan
menggunakan daya nalar dan logika
4) Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai laboratorium demokrasi, sikap dan perilaku demokratis
yang dikembangkan dengan pembelajaran yang demokratis. (Suryadi dan
Budimansyah:2004)
Pendapat ini sesuai dengan misi mata
pelajaran PKN itu sendiri, yakni sebagai mata pelajaran yang memfokuskan pada
pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban
untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang
diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945. Dalam memasuki era globalisasi, pendidikan harus bergeser ke arah
pendidikan yang berwawasan global. Dari perspektif kurikuler pendidikan
berwawasan global berarti menyajikan kurikulum yang bersifat inter disipliner, multi
disipliner, dan trans disipliner.
Hal ini dikarenakan dengan wawasan perspektif
global kita dapat menghindarkan diri dari cara berpikir sempit dan
terkotak-kotak oleh batas subyektif primordial (lokalitas) seperti perbedaan
warna kulit, ras, nasionalisme yang sempit, sehingga pemikiran kita lebih berkembang.
Sebagai langkah strategis, dunia pendidikan harus melakukan rekonstruksi
pemikiran menuju pemikiran yang lebih transformatif dan berwawasan global, yakni
sebuah pemikiran yang mampu membaca kondisi riil masyarakat di dunia global
saat ini yang diantaranya peluang dan tantangannya dalam keberlangsungan hidup manusia
serta mampu mengambil sikap yang berwawasan masa depan dengan tetap mengawali
nilai-nilai humanis dalam pendidikan. Cita-cita pendidikan kita sekarang dapat
menghasilkan manusia yang memiliki kesadaran kritis dengan membawa perubahan
sosial di masyarakat begitu cepat. Tentunya pemikiran pendidikan kita bisa
mengarah pada pendidikan yang bertranformatif dan berwawasan global. Realitanya,
ternyata dunia pendidikan kita masih didominasi oleh proses pengalihan ilmu
pengetahuan semata dengan menghasilkan produk manusia mekanik yang tidak
memiliki kesadaran kritis terhadap kondisi riil yang terjadi di masyarakat,
danterkait dengan fitrah manusia sebagai sumber masalah, (Wijaya:2008).
Somantri (2001:190) menegaskan pentingnya
pendidikan llmu Pengetahuan Sosial yang berorientasi global, dengan menampilkan
pendidikan global (global education). Lebih lanjut beliau mengatakan, dinamika
masyarakat dan globalisasi sangat dirasakan terutama bahan ajar yang selama ini
terlalu menitik beratkan kepada teori-teori dan non-functional knowledge. Isi
bahan ajar seperti itu, praktis tidak dapat memperkaya atau menyesuaikan diri
dengan dinamika masyarakat dan derasnya globalisasi dalam teori maupun gejala
dan masalah-masalah kemasyarakatan yang berhubungan satu sama lain. Kecenderungan
global menurut Wahab (2006) secara umum meliputi: “the global economy, technology
and comunication dan population and environment. “Fenomena global dalam Suria kusumah(2007),
ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:yaitu;
1) Revolusi
dalam sistem komunikasi dan transportasi
2) Penggabungan
perekonomian lokal,regional,nasional menjadi perekonomian global
3) Meningkatnya
intensitas interaksi antar bangsa yang menciptakan budaya global sebagai paduan
dari lokal dan nasional yang beragam
4) Munculnya
sistem internasional yang mengikis batas politik nasional
5) Meningkatnya
dampak dari aktivitas manusia terhadap ekosistem bumi Berdasarkan pendapat di
atas, kiranya dapat dikemukakan sejumlah tema atau isu global yang menjadi
perhatian penting bagi pembaharuan konsep Pendidikan Kewarganegaraan.
Sejumlah isu global tersebut antaralain pasar bebas, korporasi internasional, teknologi komunikasi,ekosistem dan lingkungan hidup. Isu kependudukan seperti kesehatan,pertumbuhan dan migrasi, keragaman budaya (multikultural); nilai-nilai individualisme, konsumerisme dan materialism, dan isu politik global seperti berakhirnya negara bangsa dan tumbuhnya organisasi intomacional.
Adanya isu global ini tidak dapat dilepaskan dan menjadi bagian penting dari Pendidikan Kewarganegaraan dewasa ini.Sebagaimana dikatakan oleh Cogan & Derricot (1998) bahwa”...that current modes of educating for citizen ship will not besufficient as weenter a new century.They require that citizen be able to focus upon many diverse elements, issues dan contexts simultaneously...”.
Hal ini mengandung makna bahwa konsep Pendidikan
Kewarganegaraan sekarang ini dianggap tidak cukup bagi Warga negara untuk
memasuki abad baru. Warga negara memerlukan Kemampuan untuk menanggapi dan
menfokuskan diri pada elemen-elemen yang beragam, berbagai isu dan konteks
global. Namun tetap memegang teguh jati diri bangsa, mempertahankan nilai-nilai
kepribadian bangsa sebagai bangsa yang bermartabat. Selalu berupaya untuk
meningkatkan kecintaannya terhadap tanah air dan bangsa dengan menunjukkan
sikap dan karakter yang baik yang mampu mengangkat harkat dan martabat bangsa.
Maka di tengah-tengah kehidupan global ini diperlukan kompetensi warganegara
yang unggul, yaitu kemampuan warganegara yang dapat mengangkat citra bangsadan
mengharumkan nama baik negaranya. Selanjutnya Branson (1998:8-25) menegaskan
bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dalam menghadapi era globalisasi hendaknya
mengembangkan civic competences (kompetensi kewarganegaran).
Adapun aspek-aspek civic competences tersebut
terdiri dari pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan
kewarganegaraan (civic skills), dan watak atau karakter kewarganegaraan
(civicdisposition). Budimansyah dan Suryadi (2008:38-40) menjelaskan tentang
penelitian lintas Negara yang dilakukan oleh Civic Education Policy Study (CEPS)
yang mengkaji”...the changing character of citizenship over the next twenty years and the implications of thexe changes for educational
policy for nine participating nations and beyond”. Hal ini menjelaskan tentang perubahan
karakter kewarganegaraan untuk lebih dari 25 tahun mendatang beserta
implikasinya terhadap perubahan kebijakan pendidikan pada sembilan Negara yang
terlibat dalam kajian itu serta Negara lainnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Civic Education
Policy Study (CEPS) itu memberikan gambaran kewarganegaraan yang beraneka ragam
yang muncul dari data tersebut, dengan menyimpulkan bahwa pendidikan
kewarganegaraan abad ke-21 membutuhkan satu pendekatan yang lebih holistik yang
ditandai oleh kesempurnaan dan Konsistensi pada isi maupun cakupannya dengan
merumuskan satu model kewarganegaraan multidimensi (Multy Dimentional Citizenship
= MDC). Hal ini menggambarkan konseptualisasi kewarganegaraan dan pendidikan
kewarganegaraan yang kompleks, beraneka segi yang mungkin dibutuhkan jika
warganegara harus mengatasi tantangan-tantangan yang akan dihadapi di awal
dekadeabad ke-21. Namun dalam hidup berbangsa dan bernegara dewasa ini,bangsa
Indonesia harus memiliki visi serta pandangan hidup yang kuatagar tidak
terombang ambing di tengah-tengah masyarakat Internasional.Maka bangsa
Indonesia harus memiliki nasionalisme serta rasa kebangsaan yang kuat
berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang memiliki nilai-nilai universal,yaitu nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, keadilan, kejujuran, kedamaian, kesetaraan. Sebagaimana
salah satu isi
Pidato Presiden Republik Indonesia
Ir.Soekarno di muka SidangUmum PBB ke-XV, 1960 yang menyatakan: Akan tetapi
saya sungguh-sungguh percaya bahwa Pancasila mengandung lebih banyak daripada
arti nasional saja. Pancasila mempunyai arti universal dan dapat digunakan
secara internasional. Saya percaya, bahwa ada jalan keluar daripadakonfrontasi
ideologi-ideologi ini. Saya percaya bahwa jalan keluar itu terletak pada
dipakainya Pancasila secara universal! (To Buildthe World A New-Pidato Ir. Soekarno
dimuka Sidang Umum PBB ke-XV, 1960, dalam Saragih, 2011) Wahab (2006)
menyatakan bahwa hal-hal yang dianggap berpengaruh terhadap konsep pendidikan
kewarganegaraan diantaranya adalah :
1)
gagalnya
konsep pendidikan kewarganegaraan di masa lalu,
2)
terjadinya
perubahan sistem politik,
3)
perubahan
atribut warganegara,
4)
pengaruh
kecenderungan global dan
5)
kecenderungan
global pendidikan kewarganegaraan untuk demokrasi.
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata
pelajaran yang mempunyai misi mewujudkan good and smart citizen sudah
semestinya dapat mengembangkan kompetensi siswa secara terintegrasi baik itu
knowledge, skills maupun disposition (Branson, 1999). Namun, setelah sekian
lama pembelajaran PKn maupun dengan nama lain yang berbeda dimasukan menjadi
pelajaran wajib dipersekolahan, pembelajaran PKn masih kurang mengembangkan aspek
skills dan disposition. Hal tersebut dapat dilihat dari kendala-kendala dan
keterbatasan yang dihadapi pembelajaran PKn sebagaimana dikemukakan oleh
Budimansyah (2009:21) seperti:
1) masukan
instrumental (instrumental input) terutama yang berkaitan dengan kualitas
guru/dosen serta keterbatasan fasilitas dan sumber belajar,dan
2) masukan
lingkungan (environmental input) terutama yang berkaitan dengan kondisi dan
situasi kehidupan politik negara yang kurang demokratis.
Dengan demikian, pelaksanaan Pendidikan
Kewarganegaraan tidak mengarah pada misi yang ideal. Argumentasi di atas
sejalan dengan yang dikemukakan oleh Kerr (1999:5-7), bahwa pembelajaran PKn di
Indonesia mencerminkan kategori minimal yang hanya mewadahi aspirasi tertentu, berbentuk
pengajaran kewarganegaraan, bersifat formal, terikat oleh isi,berorientasi pada
pengetahuan, menitik beratkan pada proses pengajaran dan hasilnya mudah diukur.
Dari pemaparan tersebut, dapat kita ketahui bahwa
selama ini proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan lebih menekankan
aspek kognitif dibandingkan dengan aspek afektif. Seharusnya pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan meliputi 3 (tiga) aspek, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.
Jauhnya perilaku siswa dari isi pesan Pendidikan Kewarganegaraan menurut Wahab
(1999:2) menunjukkan kurang efektifnya pembinaan nilai-nilai moral di sekolah.
Bahkan dalam kasus yang lebih besar, yakni berbagai krisis yang dialami Indonesia
dewasa ini disebabkan adanya degradasi moral nampaknya bersumber pada kesalahan
pendidikan di masa lalu. Banyak faktor penyebab pelajar melakukan pelanggaran
dan tindak kejahatan, sehingga tidak dapat disebutkan karena lemahnya salah satu
aspek saja yaitu aspek pendidikan (pendidikan formal). Secara terperinci krisis
moral yang melanda bangsa Indonesia diungkapkan oleh Winataputra dan
Budimansyah (2007:166) sebagai berikut: Kekerasan, pelanggaran lalu lintas, kebohongan
publik, arogansi kekuasaan, korupsi kolektif, kolusi dengan baju
profesionalisme, nepotisme lokal dan institusional, penyalahgunaan wewenang, konflik
antar pemeluk agama, pemalsuan ijazah, konflik buruh dengan majikan, konflik
antara rakyat dengan penguasa, demonstrasi yang cenderung merusak, koalisi
antar partai secara kontekstual dan musiman, politik yang kecurangan dalam pelaksanaan
pemilu dan pilkada,otonomi daerah yang berdampak tumbuhnya etnosentrisme dan lain-lain.
Kondisi yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara tersebut perlu disikapi dengan bijak,terutama dalam
pembinaan generasi muda dilingkungan persekolahan, termasuk dalam pembelajaran
PKn terutama dalam penggunaan metode atau model pembelajaran dalam menyampai
kan materi pelajaran yang mengandung muatan tatanan nilai sehingga dapat di internalisasikan
pada diri siswa serta mengimplementasikan hakekat pendidikan nilai tersebut
dalam kehidupan sehari-hari. Adanya kritik masyarakat terhadap materi pelajaran
PKN yang kurang bermuatan nilai-nilai praktis namun hanya bersifat politis atau
alat indoktrinasi untuk kepentingan kekuasaan pemerintah. Metode pembelajaran
dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) terkesan sangat kaku, kurang fleksibel, kurang
demokratis, dan guru cenderung lebih dominan one way method.
Guru PKn mengajar lebih banyak mengejar
target yang berorientasi pada kurikulum nasional, di samping masih menggunakan
model konvensional yang monoton, aktivitas guru lebih dominan daripada siswa,
akibatnya guru seringkali mengabaikan proses pembinaan tatanan nilai, sikap,
dan tindakan, sehingga mata pelajaran PKn tidak dianggap sebagai matapelajaran
pembinaan warganegara yang menekankan pada kesadaran akan hak dan kewajiban tetapi
lebih cenderung menjadi mata pelajaran yang jenuh dan membosankan. Maka dari
itu dalam proses pembelajaran harus dirancang suatu model pembelajaran dimana
siswa harus mampu mengembangkan seluruh potensinya agar menjadi warganegara
yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, demokratis dan bertanggung jawab,
sehingga perlu dikembangkan suatu proses pembelajaran yang humanistic dimana
suasana belajar mengajar bersifat kekeluargaan, hangat dan terbuka (Djahiri,
1985).
Lebih lanjut Djahiri (2002:93) mengemukakan
bahwa: Salah satu pembaharuan dalam Pendidikan Kewarganegaraan ialah
pola/strategi pembelajarannya, dimana siswa bukan hanya belajar tentang hal
ihwal (materi pembelajaran) Pendidikan Kewarganegaraan melainkan juga belajar
ber-Pendidikan Kewarganegaraan atau praktek, dilatih uji coba dan mahir serta mampu
membakukan diri, bersikap perilaku sebagaimana isi pesan Pendidikan Kewarganegaraan.
Hal ini sejalan dengan pendapat Cheng dalam Winata putra dan Budimansyah (2007:3)
bahwa kurikulum dan pembelajaran yang perlu dikembangkan untuk abad ke-21 ini
seyogyanya mengembangkan visi “globalization, localization, and individualization
for multiple intelligence”. Visi tersebut pada dasarnya terpusat
padapengembangan “learning intelligence” dalam dimensi-dimensi” social, cultural,
political, economic, and technological intelligences”, sebagaimana dikenal
secara utuh dalam”Pentagon Theory of Contextualized Multiple Intelligence”. Sehingga
Pendidikan Kewarganegaraan menjadi bersifat dan bermuatan multidimensional yang
menuntut adanya upaya pengembangan kurikulum dan pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan yang berorientasi pada konsep “contextual multiple intelligence”
dalam nuansa lokal,nasional dan global.
Guru memiliki peran untuk membantu tercapainya
tujuan pembelajaran serta tersedianya media, sarana, dan prasarana
pembelajaran. Pembelajaran harus mampu merencanakan dan melaksanakan program
pembelajaran yang tepat, yang mencakup aspek tujuan, proses pembelajaran, materi,
metode dan alat evaluasi atau penilaian. Sebagai mata pelajaran normatif, bidang
studi PKn mengkaji tentang aspek etika, moral, norma dan budi pekerti
berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan nilai luhur budaya bangsa Indonesia dalam
konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yang pada akhirnya menekankan
pada pengetahuan, pemahaman dan sikap siswaakan hak dan kewajibannya sebagai
warga negara, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan
sikap peserta didik yang demokratis dalam lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat, bangsa dan Negara. Maka guru memegang peranan yang sangat penting, demikian
pula guru PKn harus profesional dalam memilih metode yang bervariasi dalam penyelenggaraan
pembelajaran yang inovatif, mulai dari persiapan dan perencanaan
pembelajaran,bahan ajar, media pembelajaran, pendekatan dan model pembelajaran
sampai pada tahap evaluasi, yang semuanya tentunya mengarah pada situasidan
kondisi pembelajaran yang demokratis, sehingga dapat membentuk budaya demokrasi
di lingkungan sekolah. Model pembelajaran yang dianggap mendukung dalam
pembelajaran PKn, khususnya dalam upaya mengembangkan kompetensi siswa melalui
pembelajaran berbasis project citizen, karena model ini bertujuan untuk memotivasi
dan memberdayakan para siswa dalam menggunakan hak dan tanggung jawab
kewarganegaraan yang demokratis, sehingga siswa dilatih untuk menerapkan sikap
positif terhadap pelaksanaan demokrasi yang berlaku dimasyarakat dan
negaraserta diharapkan siswa dapat melaksanakan segala aktivitasnya dengan baik.
Budimansyah (2009:1) menjelaskan bahwa “Project
Citizen merupakan satu instructional treatment berupa kegiatan pembelajaran
yang berbasis masalah (socialis suesor problems) bertujuan untuk mengembangkan
pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), watak (disposition) warganegara
yang demokratis dan memungkinkan untuk mendorong partisipasi dalam pemerintahan
dan masyarakat sipil yang beradab. “Projectcitizen sebagai suatu inovasi
pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami teori secara
mendalam melalui pengalaman.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembelajaran berbasis project citizen yang diterapkan diIndonesia, diadaptasikan dari project citizen-nya Amerika. Akar filosofi proyek ini berasal Prosiding Seminar Nasional dan Bedah Buku Pendidikan Karakter dalam Implementasi Kurikulum 2013 dari filosofi pendidikan Parker yang menyatakan bahwa pendidikan itu harus menjadi pusat tindakan dan bersifat alami sehingga menimbulkan rasa kepenasaranan anak. Rasa penasaran anak dapat dimulaipada semua pelajaran yang ada dalam kurikulum, sehingga pendidikan bersumber dari sekolah/universitas dan siswa/mahasiswa itu sendiri.
3.2 Saran
Sebagai seorang guru harus mampu mengembangkan karakter siswa sebagai warga negara, adapun tahapnya adalah melalui tahap pengetahuan (knowing), acting, menuju kebiasaan (habit). Hal ini berarti, karakter tidak sebatas pada pengetahuan.Karakter lebih dalam lagi ,menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian, diperlukan tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral.Hal ini diperlukan agar siswa didik mampu memahami, merasakan, dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/document/459086967/Dokumen-5-docx Diakses Tanggal 15 Desember 2022
https://fatkhan.web.id/pengertian-dan-langkah-langkah-model-pembelajaran-project-citizen/ Diakses Tanggal 23 Desember 2022
https://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan Diakses Tanggal 23 Desember 2022
https://notemuza.blogspot.com/2023/08/makalah-pendidikan-kewarganegaraan.html Diakses Tanggal 11 Agustus 2023
No comments:
Post a Comment